Pengukuhan Guru Besar Arsip - Universitas Gadjah Mada https://ugm.ac.id/id/category/pendidikan/pengukuhan-guru-besar/ Mengakar Kuat dan Menjulang Tinggi Thu, 10 Apr 2025 08:39:01 +0000 id hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.1.7 Keterlambatan Diagnosis jadi Faktor Penyebab Kematian Ibu dan Bayi Masih Tinggi  https://ugm.ac.id/id/berita/keterlambatan-diagnosis-jadi-faktor-penyebab-kematian-ibu-dan-bayi-masih-tinggi/ https://ugm.ac.id/id/berita/keterlambatan-diagnosis-jadi-faktor-penyebab-kematian-ibu-dan-bayi-masih-tinggi/#respond Thu, 10 Apr 2025 08:34:00 +0000 https://ugm.ac.id/?p=77602 Angka kematian ibu dan bayi di Indonesia masih tergolong tinggi dibandingkan negara lain di Asia Tenggara, dengan rincian angka kematian Ibu (AKI) sebesar 189 per 10.000 kelahiran hidup, dan angka kematian bayi (AKB) sebesar 17 per 1000 kelahiran hidup. Meski telah terjadi penurunan dalam 10 tahun terakhir, namun angka ini masih jauh dari target pencapaian […]

Artikel Keterlambatan Diagnosis jadi Faktor Penyebab Kematian Ibu dan Bayi Masih Tinggi  pertama kali tampil pada Universitas Gadjah Mada.

]]>
Angka kematian ibu dan bayi di Indonesia masih tergolong tinggi dibandingkan negara lain di Asia Tenggara, dengan rincian angka kematian Ibu (AKI) sebesar 189 per 10.000 kelahiran hidup, dan angka kematian bayi (AKB) sebesar 17 per 1000 kelahiran hidup. Meski telah terjadi penurunan dalam 10 tahun terakhir, namun angka ini masih jauh dari target pencapaian SDGs.

Guru Besar Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada Prof. dr. R. Detty Siti Nurdiati Z, M.P.H., Ph.D., Sp.OG, Subsp. KFm., mengatakan terdapat pergeseran penyebab kematian ibu di Indonesia, yang awalnya nomor 1 pendarahan, diikuti hipertensi dalam kehamilan, dan infeksi kini bertransisi dengan komplikasi non obstetri yang menduduki peringkat pertama diikuti dengan hipertensi dan perdarahan. “Komplikasi non obstetri merupakan suatu kumpulan penyakit yang berkaitan dengan gangguan metabolisme, termasuk di dalamnya penyakit jantung, obesitas, dan diabetes mellitus,” kata Detty dalam pidato pengukuhan Guru Besar dirinya yang berlangsung di ruang balai Senat UGM, Kamis (10/4).

Perubahan pola penyebab kematian ibu ini menurut Detty perlu ditelusuri lebih lanjut, agar dapat menjawab tantangan dan peningkatan kualitas kesehatan ibu dan bayi. Bahkan identifikasi faktor risiko pun menjadi sangat penting untuk dilakukan sejak masa prakonsepsi, kehamilan, persalinan, sampai dengan pasca persalinan, agar penanganan yang dilakukan dapat komprehensif. Strategi yang dilakukan pun harus berdasarkan atas praduga every pregnancy is at risk, yang artinya setiap kehamilan berisiko dan tidak ada kehamilan yang benar-benar bebas dari kemungkinan komplikasi.“Upaya yang dilakukan bukan hanya penanganan pada saat kelahiran, namun juga untuk kehamilan-kehamilan selanjutnya,” ujarnya.

Dari hasil penelitiannya yang menggunakan pendekatan epidemiologi untuk melakukan analisis yang sistematik dan berbasis data mengenai pola, penyebab serta dampak masalah kesehatan di masyarakat. Umumnya permasalahan yang kerap terjadi di lapangan adalah adanya keterlambatan diagnosis. Padahal skrining dan deteksi dini kelainan pada janin seawal mungkin sangat bermanfaat. Sebab, para Ibu akan lebih awal menyadari kondisi kehamilannya, sehingga pengambilan keputusan untuk melanjutkan kehamilan atau melakukan terminasi kehamilan akan lebih tepat, aman, efektif dan efisien. “Semakin muda umur kehamilan, semakin rendah risiko terjadinya komplikasi akibat tindakan terminasi tersebut baik dari segi fisik, fungsi reproduksi maupun dampak psikologis ibu,” katanya.

Ia pun menjelaskan dua contoh kasus yang menekankan betapa pentingnya disiplin ilmu kedokteran fetomaternal (KFm), dalam merawat ibu baik sebelum dan selama kehamilan, saat persalinan serta pasca persalinan secara berkesinambungan dan komprehensif. Lebih lanjut, subspesialis KFm akan menangani bu hamil risiko tinggi akibat komplikasi obstetri dan medis, skrining dan diagnostik prenatal, manajemen kelainan atau komplikasi janin, tindakan invasif dan non-invasif pada janin, fetal therapy, manajemen persalinan risiko tinggi, masalah genetik dalam kehamilan, serta dampaknya terhadap ibu dan janin.

Melalui fetomaternal pula, evidence synthesis, atau suatu penelitian sekunder, yang menyatukan semua penelitian primer yang mempunyai pertanyaan penelitian yang sama dan relevan dapat dilakukan. Penelitian ini akan sangat bermanfaat untuk  adanya kesenjangan pengetahuan atau adanya perbedaan pendapat antar ahli, dan untuk mencari bukti ilmiah terbaik dan terkini yang menjadi dasar pengambilan keputusan klinis atau pembuatan kebijakan nantinya.

Lebih lanjut, Detty mengungkapkan bahwa dengan penguatan faskes primer seperti puskesmas memegang peranan penting dalam melakukan identifikasi ibu dengan kehamilan risiko tinggi, karena dapat memberikan layanan antenatal dan pertolongan persalinan tanpa komplikasi, serta rujukan ibu risiko tinggi ke rumah sakit. Hal ini dilakukan beriringan dengan adanya transisi pelayanan kesehatan kesehatan yang semula berbasis community medicine menjadi personal medicine. Berbeda dengan community medicine yang menyeragamkan metode pendekatannya terhadap program peningkatan kesehatan ibu, dalam pelayanan berbasis personal medicine, seorang ibu akan diperlukan secara unik sesuai dengan kondisinya, baik dari segi genetik, lingkungan, gaya hidup maupun faktor risiko lain.

Sebagai penutup, Detty pun menyampaikan bahwa tujuan peningkatan kualitas pelayanan kesehatan ini tidak hanya untuk menurunkan angka kematian ibu dan bayi saja, melainkan untuk meningkatkan kualitas hidup ibu dan bayinya. Oleh karena itu, diperlukan adanya sistem kesehatan yang kuat dan sumber daya yang memadai. Ia mendukung betul adanya pemahaman yang kuat terkait perjalanan alamiah penyakit dan dan juga metodologi penelitian, tak hanya itu adanya kemajuan teknologi, termasuk penggunaan artificial intelligence pun dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kualitas kesehatan ibu dan bayi di Indonesia.

Ia mengajak seluruh pihak untuk bersama-sama meningkatkan pentingnya menjaga kualitas kesehatan ibu dan bayi sebagai aset masa depan bangsa. Menurutnya, peran seorang dokter subspesialis fetomaternal tidak akan berarti tanpa didukung oleh sistem kesehatan yang kuat, kolaborasi interprofesi kesehatan dan non-kesehatan, serta kesadaran semua pihak mengenai pentingnya pelayanan kesehatan yang komprehensif. “Upaya ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan ibu dan bayi untuk masa depan Indonesia yang cemerlang,” harapnya.

Rektor Universitas Gadjah Mada, Prof. dr. Ova Emilia, M.Med.Ed., Sp.OG(K), Ph.D., menyampaikan bahwa Prof. Detty merupakan 1 dari 528 Guru Besar aktif yang dimiliki oleh UGM, dan merupakan 1 dari  75 Guru Besar aktif dari 102 Guru Besar yang pernah dimiliki oleh FKKMK UGM.

Penulis.  : Leony

Editor      : Gusti Grehenson

Foto        : Firsto

Artikel Keterlambatan Diagnosis jadi Faktor Penyebab Kematian Ibu dan Bayi Masih Tinggi  pertama kali tampil pada Universitas Gadjah Mada.

]]>
https://ugm.ac.id/id/berita/keterlambatan-diagnosis-jadi-faktor-penyebab-kematian-ibu-dan-bayi-masih-tinggi/feed/ 0
Guru Besar UGM Sampaikan 6 Solusi Inovatif Penanganan Infeksi Dengue di Indonesia https://ugm.ac.id/id/berita/guru-besar-ugm-sampaikan-6-solusi-inovatif-penanganan-infeksi-dengue-di-indonesia/ https://ugm.ac.id/id/berita/guru-besar-ugm-sampaikan-6-solusi-inovatif-penanganan-infeksi-dengue-di-indonesia/#respond Thu, 10 Apr 2025 08:06:40 +0000 https://ugm.ac.id/?p=77598 Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) masih menjadi salah satu masalah kesehatan tidak hanya terjadi di Indonesia namun juga di tingkat global. Pasalnya, penyakit yang berasal virus dengue yang ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti ini menyebabkan angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Bahkan saat ini belum ada tatalaksana spesifik untuk manajemen klinis infeksi dengue. Oleh karena itu, […]

Artikel Guru Besar UGM Sampaikan 6 Solusi Inovatif Penanganan Infeksi Dengue di Indonesia pertama kali tampil pada Universitas Gadjah Mada.

]]>
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) masih menjadi salah satu masalah kesehatan tidak hanya terjadi di Indonesia namun juga di tingkat global. Pasalnya, penyakit yang berasal virus dengue yang ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti ini menyebabkan angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Bahkan saat ini belum ada tatalaksana spesifik untuk manajemen klinis infeksi dengue. Oleh karena itu, upaya pencegahan infeksi tetap menjadi hal utama dalam tata laksana secara umum. Apalagi tingkat  infeksi dengue pada anak dan dewasa muda masih sangat tinggi.

“Infeksi dengue merupakan tantangan kesehatan masyarakat yang signifikan, terutama di daerah tropis dan subtropis di dunia.Walaupun angka kematian ini cenderung menurun, namun dengan angka insidensi yang tinggi dan angka kematian absolut sesungguhnya sangat tinggi,” kata Dosen FK-KMK UGM Prof. dr. Eggi Arguni, Sp. A(K), M.Sc., Ph.D., dalam pidato pengukuhan dirinya sebagai Guru Besar dalam bidang Ilmu Kesehatan Anak, Kami (10/4).

Dalam pidato pengukuhan yang berjudul “Infeksi Dengue Pada Anak: Kebutuhan Akan Solusi Inovatif untuk Mengatasi Beban Global”, Eggy mengatakan salah satu tantangan dalam diagnosis dan terapi infeksi dengue yang hingga saat ini hanya bersifat suportif atau simptomatik. Anak dengan infeksi dengue tanpa warning sign dapat di rawat jalan dengan pemberian edukasi yang adekuat kepada orang tua. Sedangkan penggunaan obat-obatan nonsteroidal anti-inflammatory drugs (NSAID) harus dihindari karena dapat memicu perdarahan. “Karena belum tersedia obat antivirus yang spesifik, maka terapi cairan masih merupakan terapi utama untuk dengue,” ujarnya.

Menurutnya, ada beberapa solusi inovatif dalam penanggulangan infeksi dengue, yakni Pertama, menggunakan metode pengendalian vektor yang inovatif, berkelanjutan, dan berbasis bukti juga harus didukung untuk dikembangkan lebih lanjut. Ia menyebutkan, teknologi nyamuk Aedes aegypti ber-Wolbachia yang didukung oleh masyarakat dan pemerintah daerah dapat menjadi metode pelengkap dalam pengendalian vektor dengue, apabila model implementasi dalam skala luas dapat dikembangkan.

Kedua, pengembangan penciptaan alat diagnostik yang sensitif dan terjangkau untuk mendeteksi infeksi dengue sedini mungkin serta kesinambungan pengadaan barang diagnostik menjadi kebutuhan klinik yang bekerja di layanan primer. “Pengembangan panduan tatalaksana klinis terintegrasi dengan memerhatikan faktor komorbid dan kondisi khusus juga selayaknya selalu diperbarui,” paparnya.

Ketiga, adanya pengembangan kandidat vaksin dengue dan upaya untuk memasukkan vaksin dengue sebagai vaksin program imunisasi nasional akan menjadi langkah besar dalam upaya pencegahan dengue pada anak di Indonesia. Keempat, penguatan surveilans dengue yang komprehensif dan real time sehingga sedini mungkin dapat mengidentifikasi potensi wabah dan merespon dengan cepat.

Kelima, peningkatan keterlibatan komunitas dalam upaya penanggulangan dengue yang berkesinambungan sangat penting. Wilayah Indonesia sangat luas dan terdiri dari beragam suku dengan karakter masyarakat yang beragam. Terakhir, pengetahuan tentang patogenesis dengue membuka pintu bagi pengembangan penelitian bidang molekuler genetik, tidak hanya untuk virus dengue, tapi juga genetik pasien. “Molekul target di endotel dan mediator kimia yang berperan dalam fenomena kebocoran plasma dapat digali lebih mendalam,” pungkasnya.

Dari akhir pidato pengukuhannya,  Eggi menegaskan  Infeksi dengue tidak dapat diselesaikan dengan satu cara saja. Berbagai upaya pencegahan dan penatalaksanaan harus diupayakan secara terintegrasi. Apabila semua cara ini dilakukan maka bisa menekan angka kematian anak akibat dengue. “Bersama-sama, mari kita capai target zero dengue death, mari kita ciptakan masa depan generasi mendatang yang lebih  sehat,” harapnya.

Seperti diketahui, penyakit dengue di Indonesia pertama kali dilaporkan di Jakarta dan Surabaya tahun 1968. Hingga saat ini atau 57 tahun kemudian, kasus-kasus per 100.000 penduduk meningkat menjadi 92,06 per 100.000 di Indonesia (1960-1970an), angka kematian (case fatality rate, CFR) mencapai 20% dari yang terinfeksi, sedangkan data terakhir Kementrian Kesehatan RI menunjukkan CFR tahun 2024 di angka 0,61.

Penulis  : Kezia Dwina Nathania

Editor    : Gusti Grehenson

Foto     : Donnie

Artikel Guru Besar UGM Sampaikan 6 Solusi Inovatif Penanganan Infeksi Dengue di Indonesia pertama kali tampil pada Universitas Gadjah Mada.

]]>
https://ugm.ac.id/id/berita/guru-besar-ugm-sampaikan-6-solusi-inovatif-penanganan-infeksi-dengue-di-indonesia/feed/ 0
Pasangan Suami Istri dari FKH UGM Dikukuhkan Guru Besar  https://ugm.ac.id/id/berita/pasangan-suami-istri-dari-fkh-ugm-dikukuhkan-guru-besar/ https://ugm.ac.id/id/berita/pasangan-suami-istri-dari-fkh-ugm-dikukuhkan-guru-besar/#respond Fri, 28 Feb 2025 04:54:40 +0000 https://ugm.ac.id/?p=76537 Pasangan Suami Istri dari Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada, Prof. Dr. drh. Agustina Dwi Wijayanti, M.P., bersama dengan suaminya Prof. drh. Agung Budiyanto, M.P., Ph.D dikukuhkan bersama sebagai Guru Besar di Balai Senat Gedung Pusat UGM, Kamis (27/2). Agustina dikukuhkan sebagai Guru Besar dalam bidang Farmakokinetik dan Terapi Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan UGM, sedangkan […]

Artikel Pasangan Suami Istri dari FKH UGM Dikukuhkan Guru Besar  pertama kali tampil pada Universitas Gadjah Mada.

]]>
Pasangan Suami Istri dari Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada, Prof. Dr. drh. Agustina Dwi Wijayanti, M.P., bersama dengan suaminya Prof. drh. Agung Budiyanto, M.P., Ph.D dikukuhkan bersama sebagai Guru Besar di Balai Senat Gedung Pusat UGM, Kamis (27/2). Agustina dikukuhkan sebagai Guru Besar dalam bidang Farmakokinetik dan Terapi Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan UGM, sedangkan suaminya Prof Agung Budiyanto dikukuhkan sebagai Guru Besar dalam bidang Bioteknologi Reproduksi Veteriner Ruminansia pada Fakultas Kedokteran Hewan UGM.

Dalam pidatonya, Agustina, mengangkat judul “Peran Farmakokinetik dan Terapi Veteriner pada Kesehatan Global (One Health)”. Agustina mengatakan dalam kurun waktu dua dekade, telah terjadi berbagai problem kesehatan global, yang membuka mata banyak pihak dan sektor, mengenai pentingnya memahami kerjasama inter sektor dan disiplin ilmu dalam menyelesaikan suatu kasus penyakit. Kesehatan global, Kesehatan Bersama atau One Health merupakan konsep yang timbul menyusul merebaknya masalah Antimicrobial Resistance (AMR).

Menurutnya, resistansi antimikroba muncul diakibatkan antara lain oleh penggunaan antimikroba (terutama antibiotik) yang tidak prosedural, penggunaan antibiotik sebagai pemacu pertumbuhan pada hewan produksi dan ternak, serta penggunaan antibiotik yang masif sebagai obat untuk maksud pencegahan terjadinya penyakit dan infeksi sekunder.

“Selama ini pengobatan infeksi pada dunia kedokteran hewan sangat mengandalkan penggunaan antimikroba, padahal dalam Konsep One Health adalah pendekatan komprehensif yang mengintegrasikan kesehatan manusia, hewan, dan lingkungan untuk mengatasi tantangan kesehatan global,” katanya.

Dikatakan Agustina, pendekatan antar disiplin ilmu inilah yang menjadikan konsep One Health merupakan metode yang paling relevan untuk mengatasi permasalahan Kesehatan Bersama. Konsep pendekatan One Health sangat bermanfaat untuk menangani penyakit zoonosis, yaitu penyakit yang dapat ditularkan antara hewan dan manusia. Termasuk penyakit seperti flu burung, sindrom pernapasan akut parah (SARS), dan COVID-19, serta berbagai penyakit strategis yang lain seperti rabies dan antraks.

Dikatakan Agustina, farmakokinetik veteriner memiliki kontribusi sebagai dasar penetapan takaran obat untuk hewan yang optimal, sehingga menghasilkan dosis efektif dan durasi pemberian obat untuk membunuh mikroba secara tuntas. Peran farmakokinetik bersama dengan farmakodinamika veteriner akan menghambat terjadinya AMR dengan memastikan mikroba akan terbunuh dan mencegah terbentuknya strain resisten. “Dari sisi keamanan pangan, peran farmakokinetik veteriner mampu memberikan data terkait kecepatan eliminasi, waktu paruh obat, waktu henti obat, dan menetapkan batas residu maksimum obat-obatan yang digunakan untuk kesehatan hewan agar aman dikonsumsi,” ujarnya.

Di sektor keamanan pangan, terapi veteriner menggunakan obat hewan yang legal menjadi tuntutan yang sangat penting, untuk menjamin efektivitas dan keamanan produk hewan yang dikonsumsi manusia, seperti daging, telur, susu dan produk-produk turunannya seperti keju, yogurt, margarine dan lain sebagainya.

Bahkan keamanan penggunaan limbah hewan produksi yang dimanfaatkan untuk pupuk misalnya, juga menuntut perhatian kita terhadap kandungan antimikroba resisten yang akan menyebar dengan cepat di lingkungan dan hijauan, produk tanaman pertanian, buah, dan sayuran yang tak lain juga akan dikonsumsi manusia. “Pendekatan multi sektor dan multi kompetensi sangat dibutuhkan karena sebagai manusia yang membutuhkan kebutuhan pangan cukup tinggi tidak mungkin lepas dari konsumsi protein hewani yang berkualitas, serta lingkungan yang sehat dan aman untuk hidup,” paparnya.

Sementara Agung Budiyanto menyampaikan pidato yang berjudul Aplikasi Bioteknologi Reproduksi Veteriner dan Genetik Mapping dalam Peningkatan Kualitas dan Populasi Sapi di Indonesia. Dalam pidatonya, Agung menyampaikan permasalahan mendasar dalam upaya peningkatan populasi sapi di tanah air disebabkan oleh beberapa faktor, salah satu diantaranya adalah performan reproduksi yang belum baik antara lain kualitas estrus yang tidak baik, tingkat kebuntingan dan kelahiran yang rendah, gangguan reproduksi yang tinggi serta aplikasi teknologi reproduksi yang masih belum maksimal.

Selain itu dukungan kualitas sumber daya manusia (SDM) bidang peternakan dan kesehatan hewan secara umum masih belum merata dari sisi kualitas maupun kuantitas, faktor sarana-prasarana yang belum digunakan secara efisien dan efektif serta faktor ekonomi makro yang membuat bisnis peternakan dan kesehatan hewan menjadi tidak stabil dan tentunya aplikasi teknologi reproduksi yang belum optimal.

Berdasarkan catatan statistik dari BPS, diketahui data pada tahun 2023 produksi daging sapi dan kerbau diperkirakan defisit sebesar 286,2 ribu ton. Pada tahun 2024 dengan estimasi produksi daging sapi potong mencapai 416,7 ribu ton ditambah daging kerbau sekitar 16,2 ribu ton sehingga total penyediaan 432,9 ribu ton, sementara konsumsi nasional diestimasi mencapai 724,2 ribu ton. “Kekurangan ini diantisipasi dengan impor sapi potong bakalan dan impor daging dan jeroan beku, serta program peningkatan populasi sapi potong dan kerbau,” ujarnya.

Selanjutnya dalam pengembangan dan aplikasi teknologi reproduksi harus dilakukan antara lain inseminasi buatan (IB), sinkronisasi estrus, embrio transfer, dan genetik mapping dapat diharapkan ikut berkontribusi dalam membantu secara intensif dan memfasilitasi peningkatan populasi dan perbaikan genetik sifat-sifat produktif hewan secara umum. “Performan reproduksi didukung kualitas genetik yang jelas dan ditemukannya banyak sandi penanda tingkat fertilitas pada gen tertentu”, terangnya.

Selain itu, penelitian terkait genetik sapi di Indonesia sebaiknya terus dikembangkan lebih luas pada bangsa sapi dan spesies lain serta dikombinasikan secara komprehensif dengan teknologi reproduksi lain untuk mempercepat peningkatan ketersediaan daging dan susu nasional. “Genetik mapping ini bertujuan untuk mengatasi dampak seleksi jangka panjang yang selama ini hanya lebih fokus pada produksi susu, daging dan konformitas sapi tanpa mempertimbangkan faktor genetik,” imbuhnya.

Rektor Universitas Gadjah Mada,  Prof. dr. Ova Emilia, M.Med.Ed.,Sp.OG(K)., Ph.D., dalam sambutannya menyebutkan bahwa Prof. Dr. drh. Agustina Dwi Wijayanto, M.P. dan suaminya Prof. drh. Agung Budiyanto, M.P., Ph.D merupakan salah satu dari 526 Guru Besar Aktif yang dimiliki UGM, dan merupakan salah satu dari 21 Guru Besar Aktif dari 32 Guru Besar yang pernah dimiliki oleh Fakultas Kedokteran Hewan UGM.

Penulis : Jelita Agustine

Editor : Gusti Grehenson

Foto : Donnie

Artikel Pasangan Suami Istri dari FKH UGM Dikukuhkan Guru Besar  pertama kali tampil pada Universitas Gadjah Mada.

]]>
https://ugm.ac.id/id/berita/pasangan-suami-istri-dari-fkh-ugm-dikukuhkan-guru-besar/feed/ 0
Minim Sumber Pembiayaan, Jumlah Organisasi Masyarakat Sipil di Indonesia Menurun Drastis https://ugm.ac.id/id/berita/minim-sumber-pembiayaan-jumlah-organisasi-masyarakat-sipil-di-indonesia-menurun-drastis/ https://ugm.ac.id/id/berita/minim-sumber-pembiayaan-jumlah-organisasi-masyarakat-sipil-di-indonesia-menurun-drastis/#respond Thu, 27 Feb 2025 08:33:01 +0000 https://ugm.ac.id/?p=76520 Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) atau Lembaga swadaya masyarakat (LSM) hadir di semua kehidupan masyarakat, mulai dari reformasi di sektor kepemiluan, kesetaraan gender, lingkungan hidup sampai dengan tata kelola organisasi publik. Sayangnya, jumlah OMS yang pernah mencapai lebih dari 300 ribu pada masa-masa awal reformasi kini jumlahnya menurun drastis, bahkan tak sampai 8000 unit.“Penurunan jumlah ini […]

Artikel Minim Sumber Pembiayaan, Jumlah Organisasi Masyarakat Sipil di Indonesia Menurun Drastis pertama kali tampil pada Universitas Gadjah Mada.

]]>
Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) atau Lembaga swadaya masyarakat (LSM) hadir di semua kehidupan masyarakat, mulai dari reformasi di sektor kepemiluan, kesetaraan gender, lingkungan hidup sampai dengan tata kelola organisasi publik. Sayangnya, jumlah OMS yang pernah mencapai lebih dari 300 ribu pada masa-masa awal reformasi kini jumlahnya menurun drastis, bahkan tak sampai 8000 unit.“Penurunan jumlah ini disebabkan salah satunya karena terus menurunnya dukungan pendanaan dari organisasi donor internasional,” jelas Prof. Dr. Amalinda Savirani, M.A. dalam pidato pengukuhannya sebagai Guru Besar dalam Bidang Bisnis dan Politik pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada, Kamis (27/2) di Balai Senat, Gedung Pusat UGM.

Pidatonya yang berjudul “Antara Civic Making Dan Profit Making: Mencari Pembiayaan Alternatif Masyarakat Sipil Indonesia di Era Neoliberal” ini juga menjelaskan bahwa akibat dari Indonesia yang telah “naik kelas” menjadi Middle Income Country membuatnya tidak lagi menjadi prioritas target bantuan internasional. Tak hanya itu, memang ada pun salah satu ciri dari OMS di Indonesia adalah ketergantungannya pada pendanaan dari lembaga donor internasional, yang bahkan tingkat ketergantungannya dapat mencapai 85%. “Akibatnya, OMS dan program-programnya sulit untuk berlanjut dalam jangka waktu yang panjang,” tukasnya.

Lebih lanjut, Amalinda pun menjelaskan bahwa Indonesia yang makin terintegrasi dalam praktik ekonomi neoliberal, mengakibatkan terus berkurangnya peran negara dalam mengurusi isu publik dan menguatnya sektor swasta. “Dalam konteks OMS, neoliberalisme berbentuk peningkatan logika manajerialisme akibat kontrol dari lembaga donor. Banyak pegiat OMS mengeluh dibuat sibuk mengurusi laporan keuangan dan workplan,” pungkasnya

Ia pun menjelaskan bahwa terdapat 4 sumber pembiayaan OMS di Indonesia yakni lembaga donor, iuran anggota, donasi individual tak terikat dan hasil mobilisasi publik yang bersifat insidental, dan juga sumber pembiayaan negara. Ia pun menjelaskan bahwa ada 4 opsi pula yang dapat dilakukan OMS untuk mendapatkan dana beserta risiko dari masing-masing opsi tersebut, selain dari sumber dana dari lembaga donor internasional yang kini tengah menyurut. Opsi-opsi yang Amalinda tawarkan tersebut ialah mencari pembiayaan ke negara, mencari pembiayaan ke masyarakat ekonomi, merancang sumber pembiayaan mandiri melalui unit usaha, dan juga meradikalisasi gerakan yang berbasis kerelawanan.

Melalui pemikiran dari Karl Poyandi tentang praktik ekonomi embedded dengan praktik sosial dan politik, ia pun merenungkan opsi kemandirian dan berkelanjutan OMS sebagai aktor ekonomi. OMS dapat mendirikan unit bisnis, dalam rangka mendorong diversifikasi pendanaan dan keberlanjutan, sembari tetap merawat gerakan sosial, opsi ini disebut dengan usaha sosial atau social enterprises (SE) yang bertujuan untuk mendorong keberlanjutan OMS dengan memperkuat kemampuan keuangannya. Ia pun memberi contoh, bahwa koperasi dapat menjadi salah satu opsi model usaha sosial yang dapat dilakukan oleh OMS. “Sembari mendorong gerakan sosial adalah kata kunci penting agar opsi ini tidak menjebak OMS justru menjadi agen kapitalis dan semata berorientasi pada profit making,” jelasnya.

Menurutnya, di tengah krisis pendanaan yang dihadapi oleh OMS saat ini, sebagai salah satu alternatif sumber pembiayaan, mendirikan usaha sosial merupakan upaya untuk mengembalikan semangat koperasi sebagai alat gerakan. Namun, tentunya opsi ini memiliki risiko, karena dianggap kurang radikal, dianggap sebagai antek kapitalis, maupun berkemungkinan untuk tergelincir dari ideologi gerakan sosialnya, oleh karena itu opsi ini memiliki prasyarat dasar yakni profit making adalah instrumen civic making. Selain itu penting pula untuk terus beradaptasi, karena krisis yang saat ini sedang dilanda oleh OMS mungkin akan mengubah lanskap OMS Indonesia dan di dunia ke depan dengan mengalami proses decentering (penurunan derajat sentralisasi), dan pengecilan skala.“Di sini, kematian OMS bukanlah opsi. Karena matinya OMS bisa menandai matinya demokrasi,” jelasnya.

Ia menjelaskan bahwa agenda agenda utama strategis OMS saat ini adalah proses berjejaring membangun jembatan antar OMS, hal ini dimaksudkan agar OMS tak mati. Pencarian pendanaan alternatif OMS pun merupakan bagian dari merawat demokrasi di Indonesia.

Rektor Universitas Gadjah Mada,  Prof. dr. Ova Emilia, M.Med.Ed.,Sp.OG(K)., Ph.D., dalam sambutannya menyebutkan bahwa Prof  Amalinda merupakan salah satu dari 526 Guru Besar Aktif yang dimiliki UGM, dan merupakan salah satu dari 22 Guru Besar Aktif dari 38 Guru Besar yang pernah dimiliki oleh Fisipol UGM.

Penulis : Leony

Editor   : Gusti Grehenson

Foto     : Donnie

Artikel Minim Sumber Pembiayaan, Jumlah Organisasi Masyarakat Sipil di Indonesia Menurun Drastis pertama kali tampil pada Universitas Gadjah Mada.

]]>
https://ugm.ac.id/id/berita/minim-sumber-pembiayaan-jumlah-organisasi-masyarakat-sipil-di-indonesia-menurun-drastis/feed/ 0
Guru Besar UGM: Penanggulangan Penyakit TBC dan HIV Membutuhkan Pendekatan Kemanusiaan https://ugm.ac.id/id/berita/guru-besar-ugm-penanggulangan-penyakit-tbc-dan-hiv-membutuhkan-pendekatan-kemanusiaan/ https://ugm.ac.id/id/berita/guru-besar-ugm-penanggulangan-penyakit-tbc-dan-hiv-membutuhkan-pendekatan-kemanusiaan/#respond Tue, 25 Feb 2025 09:07:02 +0000 https://ugm.ac.id/?p=76420 Perlu diketahui, tidak semua orang yang terinfeksi bakteri Tuberkulosis (TBC) akan secara otomatis menderita sakit TBC. Mayoritas orang terinfeksi dapat membersihkan infeksinya sendiri. Sekitar 90%-nya adalah kelompok usia dewasa, dengan lebih banyak kasus adalah laki-laki dibanding perempuan. Namun salah satu tantangan utama dalam penanggulangan TBC adalah dalam hal diagnosis infeksi dan penyakit TBC, terlebih lagi […]

Artikel Guru Besar UGM: Penanggulangan Penyakit TBC dan HIV Membutuhkan Pendekatan Kemanusiaan pertama kali tampil pada Universitas Gadjah Mada.

]]>
Perlu diketahui, tidak semua orang yang terinfeksi bakteri Tuberkulosis (TBC) akan secara otomatis menderita sakit TBC. Mayoritas orang terinfeksi dapat membersihkan infeksinya sendiri. Sekitar 90%-nya adalah kelompok usia dewasa, dengan lebih banyak kasus adalah laki-laki dibanding perempuan. Namun salah satu tantangan utama dalam penanggulangan TBC adalah dalam hal diagnosis infeksi dan penyakit TBC, terlebih lagi pada keadaan koinfeksi dengan HIV.

“Tuberkulosis dan HIV merupakan masalah kesehatan di dunia dan terlebih di Indonesia dimana penanggulangannya memerlukan pemahaman dan pendekatan secara multidisiplin, klinis dan kesehatan masyarakat, serta mempertimbangkan aspek kemanusiaan,” kata Dosen Spesialis Penyakit FK-KMK UGM dalam Prof. dr. Yanri Wijayanti Subronto, PhD, SpPD-KPTI, FINASIM., dalam  Pengukuhan Jabatan Guru Besar dalam Bidang Penyakit Tropik dan Infeksi, Selasa (25/2), di ruang Balai Senat UGM.

 

Dalam pidato pengukuhan yang berjudul “Tuberkulosis dan HIV: Tinjauan aspek klinis medis, Kesehatan masyarakat dan kemanusiaan”, Yanri mengatakan untuk saat ini cara diagnosis TB telah berkembang, antara lain GeneXpert M. tuberculosis/ resistance to Rifampicin (MTB/ RIF) atau Xpert MTB/ RIF Ultra Assay yang dapat menentukan ada tidaknya bakteri Tuberkulosis sekaligus menentukan adanya resistensi terhadap obat Rifampicin. “Tes ini direkomendasikan oleh WHO sebagai lini pertama penegakan diagnosis menggantikan pemeriksaan mikroskopis apusan sputum,” ujarnya.

Menurutnya, salah satu cara pencegahan TBC pada pasien HIV adalah pemberian terapi pencegahan tuberkulosis atau sering disebut sebagai TPT yaitu memberikan kombinasi satu atau dua macam obat TBC kepada pasien HIV yang tidak sedang menderita penyakit TBC yang aktif. TPT diberikan antara 3 sampai 6 bulan tergantung dari jenis obat TPT yang diberikan, yaitu 3 bulan untuk obat INH + Rifapentin atau 6 bulan dengan obat INH. “Pemberian TPT diharapkan mencegah pasien HIV untuk muncul penyakit TBC, dan efek perlindungan dari TPT ini dapat mencapai 3-5 tahun,” ujarnya.

Yanri menegaskan, penyakit TBC dan HIV masih merupakan masalah dalam klinis medis, kesehatan masyarakat dan sistem Kesehatan, serta kemanusiaan karena masih adanya stigma dan marjinalisasi pada penderitanya. “Sudah saatnya kita lebih toleran, lebih tidak menghakimi, dan dapat memberikan layanan dengan pikiran dan hati yang terbuka,” tuturnya.

Penulis   : Kezia Dwina Nathania

Editor     : Gusti Grehenson

Foto       : Firsto

Artikel Guru Besar UGM: Penanggulangan Penyakit TBC dan HIV Membutuhkan Pendekatan Kemanusiaan pertama kali tampil pada Universitas Gadjah Mada.

]]>
https://ugm.ac.id/id/berita/guru-besar-ugm-penanggulangan-penyakit-tbc-dan-hiv-membutuhkan-pendekatan-kemanusiaan/feed/ 0
Kesantunan Berbahasa Bisa Mempengaruhi Penerjemahan Bahasa Prancis ke Indonesia https://ugm.ac.id/id/berita/kesantunan-berbahasa-bisa-mempengaruhi-penerjemahan-bahasa-prancis-ke-indonesia/ https://ugm.ac.id/id/berita/kesantunan-berbahasa-bisa-mempengaruhi-penerjemahan-bahasa-prancis-ke-indonesia/#respond Tue, 25 Feb 2025 07:55:56 +0000 https://ugm.ac.id/?p=76408 Proses pengalihan pesan teks bahasa sumber dipengaruhi oleh budaya penerjemah, yang tercermin dari cara dia dalam memahami, memandang, dan mengungkapkan kembali pesan itu melalui bahasa yang digunakan. Pengalihan pesan dalam proses penerjemahan selalu ditandai oleh perbedaan budaya bahasa sumber dan budaya bahasa sasaran. Perbedaan bahasa dan budaya ini secara langsung akan menempatkan penerjemah pada posisi […]

Artikel Kesantunan Berbahasa Bisa Mempengaruhi Penerjemahan Bahasa Prancis ke Indonesia pertama kali tampil pada Universitas Gadjah Mada.

]]>
Proses pengalihan pesan teks bahasa sumber dipengaruhi oleh budaya penerjemah, yang tercermin dari cara dia dalam memahami, memandang, dan mengungkapkan kembali pesan itu melalui bahasa yang digunakan. Pengalihan pesan dalam proses penerjemahan selalu ditandai oleh perbedaan budaya bahasa sumber dan budaya bahasa sasaran. Perbedaan bahasa dan budaya ini secara langsung akan menempatkan penerjemah pada posisi yang dilematis. Salah satu aspek kebudayaan yang harus disampaikan oleh penerjemah adalah aspek kesantunan.

Demikian dikatakan Dosen Prodi Sastra Prancis, Prof. Dr. Drs. Sajarwa, M.Hum., dalam pidato pengukuhan jabatan Guru Besar di Balai Senat Universitas Gadjah Mada, Selasa (25/2). Sarjawa dikukuhkan sebagai Guru Besar Bidang Linguistik Penerjemahan FIB UGM usai menyampaikan pidato pengukuhan yang berjudul ‘Transformasi Manajemen Muka dalam Penerjemahan kesantunan Bahasa Prancis ke Bahasa Indonesia’.

Sajarwa memulai pidatonya dengan membahas tentang kesantunan berbahasa yang melekat pada setiap bahasa. Kesantunan berbahasa merupakan cara bertindak dan berucap yang ada di suatu masyarakat dianggap sebagai aturan perilaku sosial. Kesantunan juga berkaitan dengan konsep rasionalitas dan muka. Dalam hal ini, muka dibagi dua menjadi muka positif dan muka negatif. “Kesantunan berbahasa merupakan cara untuk memelihara dan menyelamatkan muka, sebab ada pula tindak tutur yang mengancam muka,” ujar Sajarwa.

Kesantunan berbahasa dalam bahasa Prancis berbeda dengan kesantunan berbahasa dalam bahasa Indonesia. Sajarwa memberikan contoh penggunaan kata ganti orang vous ‘anda’ yang menunjukkan kesejajaran antara penutur dan mitra tutur, tetapi hubungan interpersonal mereka kurang dekat. Sebaliknya, dalam bahasa Indonesia, kata ganti orang ‘anda’ menunjukkan ketidakseimbangan antara penutur dan mitra tutur. Penggunaan pronomina anda justru membuat pembicara dengan lawan bicara ada jarak sosial, tidak egaliter. “Penggunaan pronomina ‘anda’ mengakibatkan adanya perubahan kesantunan, yaitu pada teks sumber penutur dan mitra tutur pada posisi pijakan yang sama, sedangkan pada teks sasaran penutur dan mitra tutur memiliki jarak sosial,” ungkap Sajarwa.

Selain kesantunan berbahasa, Sajarwa juga membahas mengenai manajemen muka yang dimiliki oleh penutur. Manajemen muka adalah suatu bentuk komunikasi di mana seseorang mempertahankan, memperbaiki, atau meningkatkan muka atau citra dirinya di hadapan orang lain. Citra diri dapat dimaknai sebagai kesan atau persepsi orang lain terhadap diri kita. Setiap budaya memiliki norma dan nilai yang berbeda dalam hal cara menjaga dan mempertahankan muka. Sajarwa mengungkapkan perbedaan cara menjaga muka antara penutur Barat dan Timur. “Orang Amerika, dengan budaya individualisnya, cenderung menggunakan muka positif sebaliknya orang Jepang, Korea, termasuk Indonesia, yang menganut budaya kolektivis, cenderung menggunakan muka negatif,” ujar Sajarwa.

Di akhir pidatonya, Sajarwa berharap kajian mengenai kesantunan berbahasa dan manajemen muka dapat diperluas lingkupnya. Menurutnya, masih banyak topik-topik dalam lingkup studi tersebut yang dapat dikaji, terutama kaitannya dengan isu lain, seperti gender dan kekuasaan. “Topik ini masih belantara dan terbuka lebar untuk diteliti ke depannya,” pungkas Sajarwa.

Ketua Senat Akademik (SA) Universitas Gadjah Mada, Prof. Dr. Sulistiowati, S.H., M.Hum., dalam pidatonya mengatakan bahwa Prof. Sajarwa merupakan salah satu dari 525 Guru Besar aktif yang ada di tingkat Universitas. Sementara di tingkat Fakultas, Sajarwa menjadi Guru Besar aktif ke-26, dari 52 Guru Besar yang pernah dimiliki oleh FIB UGM.

Penulis : Tiefany

Editor : Gusti Grehenson

Foto : Firsto

Artikel Kesantunan Berbahasa Bisa Mempengaruhi Penerjemahan Bahasa Prancis ke Indonesia pertama kali tampil pada Universitas Gadjah Mada.

]]>
https://ugm.ac.id/id/berita/kesantunan-berbahasa-bisa-mempengaruhi-penerjemahan-bahasa-prancis-ke-indonesia/feed/ 0
Kaji Filsafat Pendidikan dan Kecerdasan Buatan, Dekan Filsafat UGM Siti Murtiningsih Raih Guru Besar  https://ugm.ac.id/id/berita/kaji-filsafat-pendidikan-dan-kecerdasan-buatan-dekan-filsafat-ugm-siti-murtiningsih-raih-guru-besar/ https://ugm.ac.id/id/berita/kaji-filsafat-pendidikan-dan-kecerdasan-buatan-dekan-filsafat-ugm-siti-murtiningsih-raih-guru-besar/#respond Thu, 20 Feb 2025 07:05:19 +0000 https://ugm.ac.id/?p=76284 Dekan Filsafat UGM Prof. Dr. Rr. Siti Murtiningsih, M.Hum., dikukuhkan sebagai Guru Besar dalam Bidang Filsafat Pendidikan pada Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada. Pada upacara pengukuhan yang berlangsung di Balai Senat, Gedung Pusat UGM, Kamis (20/2), Siti Murtiningsih memaparkan pidato yang berjudul “Mendidik Manusia Bersama Mesin: Filsafat Pendidikan di Era Kecerdasan Buatan”. Prof Murti, demikian […]

Artikel Kaji Filsafat Pendidikan dan Kecerdasan Buatan, Dekan Filsafat UGM Siti Murtiningsih Raih Guru Besar  pertama kali tampil pada Universitas Gadjah Mada.

]]>

Dekan Filsafat UGM Prof. Dr. Rr. Siti Murtiningsih, M.Hum., dikukuhkan sebagai Guru Besar dalam Bidang Filsafat Pendidikan pada Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada. Pada upacara pengukuhan yang berlangsung di Balai Senat, Gedung Pusat UGM, Kamis (20/2), Siti Murtiningsih memaparkan pidato yang berjudul “Mendidik Manusia Bersama Mesin: Filsafat Pendidikan di Era Kecerdasan Buatan”.

Prof Murti, demikian ia akrab disapa memaparkan bahwa kecerdasan buatan modern beroperasi sebenarnya menggunakan model komputasional seperti jaringan saraf yang memproses data masukan untuk menghasilkan keluaran. Meskipun sistem ini dapat mensimulasikan penalaran dan pengambilan keputusan seperti manusia, Murti menyimpulkan sistem ini tidak melakukan pemahaman yang sebenarnya atau tidak menyiratkan bahwa model ini “meyakini” apa yang dihasilkannya. Beberapa ahli kemudian membantah hal tersebut sebab jika suatu entitas berperilaku seolah-olah memiliki keyakinan, maka masuk akal untuk menganggapnya memiliki keyakinan.

“Mempertimbangkan sejumlah pandangan tentang pengetahuan dan nilai, terutama dalam kaitannya dengan mesin, saya memiliki sebuah pandangan bahwa di era kecerdasan buatan ini kita sebaiknya bukan menyerahkan pendidikan sepenuhnya kepada mesin, tetapi juga bukan menolak begitu saja keterlibatan mesin dalam proses pendidikan,” terang Murti.

Pelibatan mesin dalam proses pendidikan menurutnya dapat memberikan peluang model-model pembelajaran baru yang lebih kreatif. Hal ini turut menawarkan pula pengalaman pembelajaran yang lebih dipersonalisasi sesuai dengan kebutuhan guru dan murid, dan bahkan hasil pembelajaran yang diperoleh dapat menjadi bagian dari analisis data yang lebih inklusif. “Inklusivitas dapat dimulai dengan menghentikan proses sistem pendidikan kapitalistik yang hanya mengkomodifikasi pengetahuan dan menjadikan siswa hanya sebagai konsumen konten data digital tanpa menjadikannya sebagai alat untuk membebaskan peserta didik,” kata istri Wakil Menteri Komdigi RI Nezar Patria ini.

Cakupan filsafat pendidikan di era mesin kecerdasan buatan ini menurutnya bukan hanya soal apa tujuan pendidikan dan bagaimana seharusnya proses pendidikan dijalankan, melainkan juga soal relasi epistemik dan etis antara manusia dan agen non-manusia. “Untuk itu, ‘mendidik manusia bersama mesin’ menekankan dua hal penting, pertama adalah subjek utama pendidikan itu adalah manusia dan kedua, bahwa entitas non-manusia seperti mesin dapat dilibatkan dalam proses pendidikan,” pesannya.

Rektor UGM, Prof. dr. Ova Emilia, M.Med.Ed.,Sp.OG(K)., Ph.D., menyebutkan bahwa Prof. Siti Murtiningsih merupakan salah satu dari 525 guru besar aktif UGM. Selain itu, ia menjadi satu dari empat guru besar aktif dari 10 guru besar yang pernah dimiliki Fakultas Filsafat UGM.

Di acara pengukuhannya yang berlangsung selama 2 jam, dihadiri oleh 22 perwakilan universitas dan sejumlah pejabat Kementerian diantaranya Menteri Komunikasi dan Digital RI, Meutya Hafid, Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara, Basuki Hadimuljono, Wakil Menteri Perindustrian Faisol Riza, dan Mantan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan RI, Prof. Mahfud MD. Beberapa tamu yang nampak hadir lainnya adalah Sastrawan Eka Kurniawan dan musisi Pramulo Radjadin Daeng Lau atau biasa disapa Lilo Kla Project.

Penulis : Lazuardi

Editor : Gusti Grehenson

Foto : Donnie dan Dok.Erwan

Artikel Kaji Filsafat Pendidikan dan Kecerdasan Buatan, Dekan Filsafat UGM Siti Murtiningsih Raih Guru Besar  pertama kali tampil pada Universitas Gadjah Mada.

]]>
https://ugm.ac.id/id/berita/kaji-filsafat-pendidikan-dan-kecerdasan-buatan-dekan-filsafat-ugm-siti-murtiningsih-raih-guru-besar/feed/ 0
Guru Besar UGM: Keluarga Berpenghasilan Rendah Cenderung Mengkonsumsi Pangan Nabati  https://ugm.ac.id/id/berita/guru-besar-ugm-keluarga-berpenghasilan-rendah-cenderung-mengkonsumsi-pangan-nabati/ https://ugm.ac.id/id/berita/guru-besar-ugm-keluarga-berpenghasilan-rendah-cenderung-mengkonsumsi-pangan-nabati/#respond Wed, 19 Feb 2025 02:16:37 +0000 https://ugm.ac.id/?p=76237 Konsumsi produk peternakan merupakan salah satu sumber protein yang memiliki peranan penting dalam pemenuhan gizi anak-anak yang akan berdampak pada pertumbuhan dan perkembangan mereka. Namun dari Hasil penelitian, rumah tangga berpenghasilan rendah cenderung lebih sering mengkonsumsi pangan nabati dan makanan bertepung dalam jumlah besar daripada produk-produk hewani bernilai tinggi. Hal itu disampaikan oleh Prof. Ir. […]

Artikel Guru Besar UGM: Keluarga Berpenghasilan Rendah Cenderung Mengkonsumsi Pangan Nabati  pertama kali tampil pada Universitas Gadjah Mada.

]]>
Konsumsi produk peternakan merupakan salah satu sumber protein yang memiliki peranan penting dalam pemenuhan gizi anak-anak yang akan berdampak pada pertumbuhan dan perkembangan mereka. Namun dari Hasil penelitian, rumah tangga berpenghasilan rendah cenderung lebih sering mengkonsumsi pangan nabati dan makanan bertepung dalam jumlah besar daripada produk-produk hewani bernilai tinggi.

Hal itu disampaikan oleh Prof. Ir. Mujtahidah Anggriani Ummul Muzayyanah, S.Pt., M.P., Ph.D., IPM dalam pidato pengukuhannya sebagai Guru Besar Ekonomi Keperilakuan Produk Peternakan pada Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada, Selasa (18/2), di Ruang Balai Senat, Gedung Pusat.

Dalam pidato pengukuhannya yang berjudul “Transformasi Perilaku Konsumsi Pangan Produk Peternakan Dalam Perspektif Ekonomi Malnutrisi”, Mujtahidah pun menyampaikan bahwa rumah tangga yang berpenghasilan rendah ini pun lebih sering mengonsumsi pangan nabati dan makanan bertepung dalam jumlah besar daripada produk-produk hewani bernilai tinggi. “Sebagian besar disebabkan oleh fakta bahwa rumah tangga kelompok ini harus memprioritaskan pemenuhan kebutuhan pangan dasar,” jelasnya.

Menurutnya, tingkat konsumsi susu yang rendah di Indonesia mengakibatkan rendahnya kualitas gizi balita dan anak, yang dalam jangka panjangnya akan berdampak pada rendahnya sumber daya manusia. Sedang, di saat yang sama rumah tangga yang berpenghasilan rendah sulit untuk mengakses susu, namun juga pangan hewani bernilai tinggi lain seperti daging dan juga produk susu lainnya.

Ia pun menarik kesimpulan bahwa kurangnya konsumsi protein hewani sebagian besar disebabkan oleh rendahnya tingkat ekonomi, dan juga harga yang tinggi menyebabkan orang memilih makanan protein hewani dengan kualitas yang lebih rendah. Konsumsi telur paling banyak di daerah pedesaan miskin.

Menurutnya, keputusan konsumen dalam memilih pangan berdasarkan faktor pendapatan, harga, dan preferensi yang menentukan tingkat permintaan pangan.“Asupan makanan dan status gizi yang terkait dengan pembangunan ekonomi didorong oleh interaksi harga dan pendapatan dengan inovasi dalam produksi, distribusi, dan pemasaran pangan,” pungkasnya.

Penulis : Leony

Editor : Gusti Grehenson

Foto : Donnie

Artikel Guru Besar UGM: Keluarga Berpenghasilan Rendah Cenderung Mengkonsumsi Pangan Nabati  pertama kali tampil pada Universitas Gadjah Mada.

]]>
https://ugm.ac.id/id/berita/guru-besar-ugm-keluarga-berpenghasilan-rendah-cenderung-mengkonsumsi-pangan-nabati/feed/ 0
Keterlibatan Orang Tua Berperan Penting dalam Penanganan Kesehatan Anak https://ugm.ac.id/id/berita/keterlibatan-orang-tua-berperan-penting-dalam-penanganan-kesehatan-anak/ https://ugm.ac.id/id/berita/keterlibatan-orang-tua-berperan-penting-dalam-penanganan-kesehatan-anak/#respond Tue, 18 Feb 2025 08:55:12 +0000 https://ugm.ac.id/?p=76211 Di tengah kemajuan ilmu dan teknologi kedokteran, peran orang tua kadangkala terpinggirkan. Pada satu sisi, tenaga kesehatan mungkin lebih fokus pada masalah dan penanganan medis anak. Sementara itu, di sisi lain, sebagian orang tua mungkin masih kurang menyadari peran pentingnya dalam penanganan masalah kesehatan anaknya. Padahal, pelibatan dan keterlibatan aktif orang tua dalam penanganan masalah […]

Artikel Keterlibatan Orang Tua Berperan Penting dalam Penanganan Kesehatan Anak pertama kali tampil pada Universitas Gadjah Mada.

]]>
Di tengah kemajuan ilmu dan teknologi kedokteran, peran orang tua kadangkala terpinggirkan. Pada satu sisi, tenaga kesehatan mungkin lebih fokus pada masalah dan penanganan medis anak. Sementara itu, di sisi lain, sebagian orang tua mungkin masih kurang menyadari peran pentingnya dalam penanganan masalah kesehatan anaknya. Padahal, pelibatan dan keterlibatan aktif orang tua dalam penanganan masalah kesehatan anak merupakan salah satu karakteristik implementasi dari konsep pediatri sosial.

Demikian dikatakan Dosen Ilmu Kesehatan Anak, Prof. dr. Retno Sutomo, Sp.A(K), Ph.D, dalam pidato pengukuhan jabatan Guru Besar dirinya di kampus Universitas Gadjah Mada, Selasa (18/2). Retno dikukuhkan sebagai Guru Besar Bidang Pediatri Sosial FK-KMK UGM usai menyampaikan pidato pengukuhan yang berjudul ‘Penguatan Peran Orang Tua Dalam Penanganan Masalah Perkembangan Dan Perilaku Anak Berbasis Pendekatan Pediatri Sosial’.

Retno memulai pidatonya dengan menjelaskan sejarah Ilmu Kesehatan Anak yang berkembang di tengah abad ke-20. Pediatri sosial, yang mengintegrasikan faktor sosial ke dalam layanan kesehatan anak, memberikan perspektif holistik dalam penanganan masalah perkembangan dan perilaku anak. Menurutnya, perkembangan dan perilaku anak dipengaruhi oleh konteks sosial yang lebih luas, karena pendekatan pediatri sosial tidak hanya bertumpu pada intervensi klinis tradisional saja, namun mengintegrasikan dinamika keluarga, sumber daya masyarakat, dan kebijakan publik terkait.

Kondisi sosial yang tidak baik, seperti kemiskinan, stres orang tua, dan keterbatasan akses pendidikan anak usia dini, dapat meningkatkan risiko masalah perkembangan dan perilaku pada anak. Padahal, pada usia dini, lingkungan yang tidak baik dapat berdampak jangka panjang pada fungsi kognitif, emosional, dan sosial anak. “Di sinilah peran orang tua sangat dibutuhkan untuk melakukan intervensi dini dalam perkembangan emosi dan kognisi anak,” katanya.

Orang tua dapat berperan sebagai ko-terapis dalam program intervensi. Beberapa penelitian memperlihatkan integrasi intervensi terapi wicara dalam rutinitas sehari-hari di rumah, misal waktu makan dan waktu bermain, menghasilkan perbaikan bermakna pada perkembangan bahasa. Retno menyebutkan bahwa intervensi yang diterapkan oleh orang tua maupun oleh klinisi terbukti dapat meningkatkan keterampilan komunikasi. Bahkan, intervensi yang dilakukan oleh orang tua menunjukkan hasil yang lebih efektif.“Diperlukan kolaborasi yang erat antara tenaga kesehatan dan orang tua untuk penanganan masalah perkembangan dan perilaku anak secara holistik dan komprehensif,” ujar Retno.

 

Di akhir pidatonya, Retno menegaskan kembali bahwa di luar peran orang tua dalam deteksi dini dan tata laksana anak dengan masalah perkembangan yang dipaparkan di atas, orang tua adalah pemberi lingkungan terkecil pertama bagi anaknya. Pola asuh dan penanaman nilai-nilai hidup yang baik oleh orang tua akan menjadi pondasi bagi anak untuk berinteraksi dan beradaptasi dengan lingkungan yang lebih luas.“Perkembangan dan perilaku anak benar-benar merupakan cerminan dari apa yang mereka alami dalam perjalanan hidupnya,” pungkas Retno.

Rektor Universita Gadjah Mada, Prof. dr. Ova Emilia, M.Med.Ed., Sp.OG(K)., Ph.D., dalam pidato sambutannya mengatakan Prof. Retno Sutomo merupakan salah satu dari 525 Guru Besar aktif yang ada di tingkat Universitas. Sementara di tingkat Fakultas, Retno menjadi Guru Besar aktif ke-72, dari 102 Guru Besar yang pernah dimiliki oleh FKKMK UGM.

Penulis  : Tiefany

Editor    : Gusti Grehenson

Foto      : Firsto

Artikel Keterlibatan Orang Tua Berperan Penting dalam Penanganan Kesehatan Anak pertama kali tampil pada Universitas Gadjah Mada.

]]>
https://ugm.ac.id/id/berita/keterlibatan-orang-tua-berperan-penting-dalam-penanganan-kesehatan-anak/feed/ 0
Mamografi Berbasis AI Potensial Deteksi Dini Kanker Payudara  https://ugm.ac.id/id/berita/mamografi-berbasis-ai-potensial-deteksi-dini-kanker-payudara/ https://ugm.ac.id/id/berita/mamografi-berbasis-ai-potensial-deteksi-dini-kanker-payudara/#respond Thu, 13 Feb 2025 09:22:11 +0000 https://ugm.ac.id/?p=76025 Jumlah penderita kanker payudara saat ini kian meningkat, bahkan ada orang yang ada di sekeliling kita bahkan terkadang pada orang-orang terdekat. Namun sayang disayangkan, sebagian besar penderita kanker payudara terdiagnosis pada stadium lanjut karena pada stadium awal sering tidak disadari, dikarenakan tidak menimbulkan rasa sakit dan saat ini belum memiliki metode skrining yang adekuat. Menurut […]

Artikel Mamografi Berbasis AI Potensial Deteksi Dini Kanker Payudara  pertama kali tampil pada Universitas Gadjah Mada.

]]>
Jumlah penderita kanker payudara saat ini kian meningkat, bahkan ada orang yang ada di sekeliling kita bahkan terkadang pada orang-orang terdekat. Namun sayang disayangkan, sebagian besar penderita kanker payudara terdiagnosis pada stadium lanjut karena pada stadium awal sering tidak disadari, dikarenakan tidak menimbulkan rasa sakit dan saat ini belum memiliki metode skrining yang adekuat.

Menurut laporan WHO, kanker payudara merupakan keganasan tertinggi pada perempuan di seluruh dunia (11,6%). Bahkan, RS dr. Sardjito Yogyakarta mencatat bahwa sejak tahun 2008 sampai 2021, kanker payudara merupakan jenis kanker yang paling banyak dialami oleh pasien penderita kanker.

Dosen bidang Radiologi-Pencitraan Payudara dan Reproduksi Perempuan dari Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FK-KMK) Universitas Gadjah Mada, Prof. Dr. dr. Lina Choridah, Sp.Rad (K) mengatakan pencitraan payudara berkolaborasi dengan AI akan menjadi bagian penting dalam penatalaksanaan kanker yang berpusat pada pasien. Menurutnya, analisis mamogram berbasis AI sudah mengungguli model penilaian risiko tradisional berdasarkan riwayat pribadi dan keluarga. “Pendekatan skrining yang lebih personal dan berbasis risiko, dengan memanfaatkan teknologi terbaru, dapat meningkatkan deteksi dan penanganan kanker payudara,”kata Lina dalam pidato Jabatan Guru Besar dirinya yang berlangsung di Balai Senat UGM, Selasa (13/2).

Pada upacara pengukuhan tersebut, Lina menyampaikan pidato berjudul “Masa Depan Radiologi dalam Penguatan Strategi Pengelolaan Kanker Payudara”. Dalam pemaparannya, Lina  menyebutkan beberapa tahun terakhir, modalitas pencitraan payudara lainnya, seperti Breast Computerized Tomography (BCT), telah dikembangkan. Selain itu, penelitian awal mengenai Electrical Impedance Tomography (EIT) telah dilakukan di Indonesia. Meski teknologi EIT memiliki resolusi pencitraan yang lebih rendah dibandingkan dengan USG. Namun EIT mampu membedakan lesi solid dan kistik, dan diharapkan dapat lebih dikembangkan sebagai modalitas pencitraan payudara. “Kedua teknologi tersebut merupakan bagian dari pemeriksaan mamografi,” paparnya.

Menurut Lina, mamografi adalah metode skrining yang paling umum digunakan untuk mendeteksi kanker payudara. Meskipun demikian, keberhasilan program skrining berbasis populasi dan pengembangan metode lokalisasi lesi payudara preoperasi menyebabkan peningkatan pemanfaatan mamografi.

Salah satu opsi yang kini juga dikembangkan mendeteksi kanker payudara melalui perangkat USG yang didukung oleh AI. Di era digital seperti sekarang, perkembangan artificial intelligence diciptakan untuk mempermudah pekerjaan manusia. Bidang radiologi juga tidak luput dari cengkeraman AI. Lina menegaskan bahwa penggunaan AI di bidang radiologi bukanlah upaya menggantikan dokter spesialis radiologi. Sebaliknya AI adalah suatu alat bantu yang akan memudahkan pekerjaan dokter spesialis radiologi sehingga dapat meningkatkan fokus terhadap pasien dan bahkan memunculkan peluang untuk mengembangkan keahlian dalam penatalaksanaan deteksi kanker payudara.

Penulis : Tiefany

Editor : Gusti Grehenson

Foto : Donnie

Artikel Mamografi Berbasis AI Potensial Deteksi Dini Kanker Payudara  pertama kali tampil pada Universitas Gadjah Mada.

]]>
https://ugm.ac.id/id/berita/mamografi-berbasis-ai-potensial-deteksi-dini-kanker-payudara/feed/ 0