Liputan/Berita Arsip - Universitas Gadjah Mada https://ugm.ac.id/id/category/liputan-berita/ Mengakar Kuat dan Menjulang Tinggi Thu, 10 Apr 2025 02:26:04 +0000 id hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.1.7 Pengamat UGM: Pertemuan Prabowo dan Megawati jadi Ajang Rekonsiliasi Politik https://ugm.ac.id/id/berita/pengamat-ugm-pertemuan-prabowo-dan-megawati-jadi-ajang-rekonsiliasi-politik/ https://ugm.ac.id/id/berita/pengamat-ugm-pertemuan-prabowo-dan-megawati-jadi-ajang-rekonsiliasi-politik/#respond Thu, 10 Apr 2025 02:26:04 +0000 https://ugm.ac.id/?p=77555 Presiden Prabowo Subianto dan Presiden kelima RI sekaligus Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri melakukan pertemuan empat mata pada hari selasa lalu di Teuku Umar, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (7/4) malam. Keduanya disebut berbicara secara tertutup tanpa melibatkan satu pun elite PDIP dan Partai Gerindra yang dipimpin Prabowo. Pengamat politik UGM, Alfath Bagus Panuntun El Nur Indonesia, S.I.P., […]

Artikel Pengamat UGM: Pertemuan Prabowo dan Megawati jadi Ajang Rekonsiliasi Politik pertama kali tampil pada Universitas Gadjah Mada.

]]>
Presiden Prabowo Subianto dan Presiden kelima RI sekaligus Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri melakukan pertemuan empat mata pada hari selasa lalu di Teuku Umar, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (7/4) malam. Keduanya disebut berbicara secara tertutup tanpa melibatkan satu pun elite PDIP dan Partai Gerindra yang dipimpin Prabowo.

Pengamat politik UGM, Alfath Bagus Panuntun El Nur Indonesia, S.I.P., M.A. menilai bahwa adanya pertemuan antara presiden dan mantan presiden umum terjadi, terlebih keduanya pernah bersama pada pemilu 2009 dan merupakah tokoh sentral dari dua partai nasionalis besar, yang mana pertemuannya telah lama digadang-gadang akan terjadi. Meskipun bukan hal baru dalam praktik politik nasional, format tertutupnya tetap memancing perhatian publik karena menyiratkan adanya pembahasan strategis yang tidak dikomunikasikan secara terbuka. “Keduanya memperlihatkan bahwa komunikasi informal elit politik seringkali terjadi dalam ruang-ruang yang sulit diakses oleh publik,” kata Alfath menanggapi pertemuan tersebut, Kamis (10/4).

Alfath menuturkan sulit menilai pertemuan antara kedua elit pantai ini lebih bernuansa politik kekuasaan atau benar-benar dilandasi kepentingan bangsa. Mengingat keduanya adalah figur utama, pertemuan ini sangat mungkin menjadi sarana melakukan konsolidasi atau negosiasi kepentingan pasca pemilu. Selain itu, adanya potensi positif yang bisa muncul dari pertemuan dua tokoh besar ini dalam konteks stabilitas politik nasional yang tentu saja memunculkan harapan untuk memperlancar transisi pemerintahan. “Harapan kita justru memperlancar transisi kekuasaan yang dirasa tak cukup mulus sekaligus mengupayakan terwujudnya kohesi nasional,” tuturnya.

Meski demikian, Alfath menyebutkan terdapat tantangan atau kekhawatiran tertentu dari publik terkait pertemuan ini yang dilakukan secara tertutup tanpa melibatkan elite partai lainnya. Sebab pertemuan elit secara tertutup seringkali memunculkan pertanyaan dan spekulasi publik. “Ini hal yang saya kira wajar dimana publik berharap agar pemerintah hari ini harus tetap ada yang mengontrol. Bukan masuk seluruhnya ke dalam koalisi besar. Tantangan yang harus diantisipasi oleh masyarakat dan pengamat politik dari pertemuan tertutup seperti ini, jelas memunculkan berbagai spekulasi. Sebab, dalam pertemuan 1,5 jam tersebut ada sesi empat mata antara Prabowo dan Megawati, yang disinyalir membahas negosiasi kepentingan pasca pemilu,”imbuhnya.

Ia menyampaikan sulit membayangkan para elit politik membahas hal substantif kepada publik secara gamblang, terlebih karena ini pertemuan informal. Adapun yang disampaikan hanya sebagian kecil saja. Padahal penting rakyat k untuk terus memonitor dinamika kekuasaan dan tak terpaku pada hanya satu peristiwa ini saja. Alfath berharap agar pertemuan yang terjadi antar elit lebih berfokus pada upaya mensejahterakan rakyat, terlebih di tengah situasi ekonomi yang rumit. “Saya kira ini bukan semata ajang rekonsiliasi politik, tetapi juga harus bisa menjadi sarana mengontrol jalannya kekuasaan,” pungkasnya.

Penulis : Kezia Dwina Nathania
Editor : Gusti Grehenson

Foto : IG Sufmi Dasco Ahmad

Artikel Pengamat UGM: Pertemuan Prabowo dan Megawati jadi Ajang Rekonsiliasi Politik pertama kali tampil pada Universitas Gadjah Mada.

]]>
https://ugm.ac.id/id/berita/pengamat-ugm-pertemuan-prabowo-dan-megawati-jadi-ajang-rekonsiliasi-politik/feed/ 0
Distribusi Stop 16 Hari, Biaya Logistik Membengkak https://ugm.ac.id/id/berita/distribusi-stop-16-hari-biaya-logistik-membengkak/ https://ugm.ac.id/id/berita/distribusi-stop-16-hari-biaya-logistik-membengkak/#respond Thu, 10 Apr 2025 01:45:33 +0000 https://ugm.ac.id/?p=77552 Biaya logistik Indonesia masih sedikit lebih tinggi dibanding dengan negara-negara lain di kawasan Asia Tenggara. Berdasarkan perhitungan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), biaya logistik di Indonesia pada 2023 mencapai 14,29 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Sementara itu pada 2018, Bank Dunia mencatat, biaya logistik di Indonesia masih 23,8 persen. Adanya pemberlakuan pembatasan mobilitas angkutan […]

Artikel Distribusi Stop 16 Hari, Biaya Logistik Membengkak pertama kali tampil pada Universitas Gadjah Mada.

]]>
Biaya logistik Indonesia masih sedikit lebih tinggi dibanding dengan negara-negara lain di kawasan Asia Tenggara. Berdasarkan perhitungan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), biaya logistik di Indonesia pada 2023 mencapai 14,29 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Sementara itu pada 2018, Bank Dunia mencatat, biaya logistik di Indonesia masih 23,8 persen.

Adanya pemberlakuan pembatasan mobilitas angkutan barang selama mudik-balik di Lebaran tahun 2025 ini selama 16 hari dari 24 Maret sampai 8 April 2025 dalam rangka menjamin keselamatan dan keamanan pemudik selama lebaran, menyebabkan biaya logistik semakin tinggi. Meski perusahaan angkutan barang tetap dapat beroperasi dengan daya angkut dan isi muatan, dimensi kendaraan, serta dokumen angkutan barang yang diharuskan memenuhi persyaratan teknis jalan.

Peneliti Pusat Studi Transportasi dan Logistik (Pustral) Universitas Gadjah Mada, Ir. Joewono Soemardjito, ST, M.Si., mengatakan kebijakan pembatasan operasional angkutan barang ini memang bertujuan menjaga keselamatan pemudik selama melakukan perjalanan. Namun begitu menurutnya pemerintah perlu meneliti lebih cermat dalam penerapan kebijakan pembatasan operasional angkutan barang terkait dengan dampaknya bagi para pelaku usaha.”Pemerintah ada baiknya juga mendengarkan masukan dari pihak pelaku usaha jasa logistik dan distribusi barang untuk mengantisipasi dampaknya terhadap biaya operasional dan usaha mereka sehingga dapat dicarikan solusi jika dampak tersebut diprediksi akan sangat signifikan,” katanya, Kamis (10/4).

Sebelum kebijakan pembatasan operasional angkutan barang diterapkan, kata Joiewono, ada baiknya Pemerintah melakukan check and recheck terhadap kondisi ketersediaan barang, terutama bahan kebutuhan pokok masyarakat, selama masa pembatasan tersebut, dalam rangka memastikan kondisi pasokan aman. “Bila penerapan kebijakan pembatasan operasional angkutan barang tidak berjalan efektif, kemungkinan akan ada yang merasa dirugikan akibat dampak yang menimpa mereka,” ujarnya.

Selain itu, pemeirntah diminta memastikan keseimbangan pasokan dan permintaan akan barang di level konsumen, selama masa durasi pembatasan tersebut diterapkan. Mengingat karakteristik geografis wilayah Indonesia yang berupa kepulauan, dimana keterkaitan dan kebutuhan antar daerah, antar pulau dalam hal pasokan dan permintaan barang masih sangat besar. Oleh karenanya, Koordinasi dan kolaborasi antara pemerintah dan pelaku usaha yang terkait harus dilakukan dengan baik.

Selanjutnya, adanya perencanaan distribusi barang di tingkat perusahaan juga perlu dilakukan dengan baik untuk menciptakan keseimbangan supply-demand. Terakhir, bilamana diperlukan insentif, maka dapat diarahkan pada hal-hal yang sifatnya dapat menjaga harga komoditas di tingkat masyarakat dan insentif berupa biaya operasional bagi pelaku usaha atau fasilitas gudang di tingkat daerah untuk menjaga pasokan selama masa pembatasan

Joewono menyarankan kebijakan pembatasan operasional dapat dilakukan berbasis waktu dengan pembatasan beroperasi pada jam-jam tertentu atau pembatasan dari sisi penggunaan armada barang dengan muatan terbatas sehingga bisa menghindari konflik lalu lintas dengan pengguna kendaraan yang lain untuk angkutan penumpang.

Penulis : Kezia Dwina Nathania
Editor : Gusti Grehenson

Foto : Freepik

Artikel Distribusi Stop 16 Hari, Biaya Logistik Membengkak pertama kali tampil pada Universitas Gadjah Mada.

]]>
https://ugm.ac.id/id/berita/distribusi-stop-16-hari-biaya-logistik-membengkak/feed/ 0
IHSG Tengah Jeblok, Dosen UGM Sarankan Waktu Tepat untuk Beli Saham https://ugm.ac.id/id/berita/ihsg-tengah-jeblok-dosen-ugm-sarankan-waktu-tepat-untuk-beli-saham/ https://ugm.ac.id/id/berita/ihsg-tengah-jeblok-dosen-ugm-sarankan-waktu-tepat-untuk-beli-saham/#respond Wed, 09 Apr 2025 09:01:27 +0000 https://ugm.ac.id/?p=77548 Pasar saham Indonesia tengah bergejolak. Setelah mengalami penurunan tajam beberapa waktu lalu, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) masih belum menunjukkan pemulihan yang stabil. Sentimen global yang negatif, harga komoditas yang melemah, hingga tren inflasi semakin menambah ketidakpastian. Kepala Departemen Manajemen Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM, I Wayan Nuka Lantara, Ph.D., kondisi saat ini tetap bisa […]

Artikel IHSG Tengah Jeblok, Dosen UGM Sarankan Waktu Tepat untuk Beli Saham pertama kali tampil pada Universitas Gadjah Mada.

]]>
Pasar saham Indonesia tengah bergejolak. Setelah mengalami penurunan tajam beberapa waktu lalu, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) masih belum menunjukkan pemulihan yang stabil. Sentimen global yang negatif, harga komoditas yang melemah, hingga tren inflasi semakin menambah ketidakpastian.

Kepala Departemen Manajemen Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM, I Wayan Nuka Lantara, Ph.D., kondisi saat ini tetap bisa dimanfaatkan investor pemula untuk belajar berinvestasi. Namun, ia menekankan pentingnya sikap bijak dalam mengelola keuangan pribadi. “Sekarang ini sebenarnya justru bisa jadi waktu yang bagus untuk masuk, karena harga saham sedang diskon. Tapi bukan berarti asal beli. Pilih yang fundamentalnya kuat dan masa depannya masih cerah,” ujarnya saat diwawancarai di Kampus UGM, Selasa (9/4).

Menurut Wayan, sebelum memulai investasi, masyarakat harus memastikan kebutuhan konsumsi terpenuhi, memiliki dana darurat yang cukup, baru kemudian mengalokasikan dana untuk investasi. Ia menyinggung istilah ‘mantap’ atau makan tabungan yang saat ini tengah marak. “Kalau tabungan tipis dan pemula melakukan investasi tanpa dikalkulasikan, akan jebol juga,” ucapnya.

Ia mengingatkan bahwa investasi bukan soal keberuntungan atau tren sesaat. Terlebih lagi, dalam kondisi ekonomi yang tidak stabil, keputusan emosional yang hanya ingin memburu cuan justru bisa memperbesar risiko. “Jangan sampai keinginan untuk untung besar membuat orang mengorbankan prinsip dasar. Punya penghasilan 10 juta tapi 9 juta diinvestasikan semua, bahkan sampai berani pinjam, itu sangat tidak disarankan,” tegasnya.

Wayan juga menyoroti anomali pasar terkait produk investasi belakangan ini. Contohnya harga emas yang sempat naik, tetapi kemudian turun lagi di tengah pelemahan ekonomi global. Ia juga menyebut jatuhnya nilai Bitcoin dan saham teknologi di Amerika Serikat yang turut anjlok dengan portofolio merah di berbagai tempat. Fenomena ini, menurutnya, menunjukkan bahwa pola-pola lama tidak lagi bisa dijadikan patokan mutlak. Meski penuh ketidakpastian, ia berpendapat investasi tetap penting untuk menjaga daya beli dalam jangka panjang. Jika uang hanya disimpan untuk konsumsi, nilainya akan terus tergerus oleh inflasi. “Satu-satunya cara membangun ‘sekoci’ masa depan ya tetap lewat investasi,” tuturnya.

Mengingat investasi adalah produk jangka panjang dalam hitungan tahun, ia memberikan ramalan tren pasar setidaknya untuk tiga bulan ke depan. Berdasarkan analisa pengamatan,  Wayan tidak melihat adanya sinyal positif yang kuat, bahkan cenderung mengarah pada pesimisme.Tidak ada satupun insentif yang menunjukkan adanya optimisme. Jika sentimen tersebut tidak berhenti, kondisi ini membahayakan. Oleh sebab itu, ia mendorong pemerintah melakukan pengkajian fundamental dan pemetaan ulang terhadap sektor ekspor nasional yang masih bertumpu pada komoditas seperti batubara dan nikel. “Kita perlu segera mencari celah baru di tengah tekanan global,” pesannya.

Penulis : Bolivia Rahmawati

Editor  : Gusti Grehenson

Foto.   : Freepik

Artikel IHSG Tengah Jeblok, Dosen UGM Sarankan Waktu Tepat untuk Beli Saham pertama kali tampil pada Universitas Gadjah Mada.

]]>
https://ugm.ac.id/id/berita/ihsg-tengah-jeblok-dosen-ugm-sarankan-waktu-tepat-untuk-beli-saham/feed/ 0
Kerap memicu Kontroversi, Pemerintah Diminta Memperbaiki Cara Berkomunikasi ke Publik https://ugm.ac.id/id/berita/kerap-memicu-kontroversi-pemerintah-diminta-memperbaiki-cara-berkomunikasi-ke-publik/ https://ugm.ac.id/id/berita/kerap-memicu-kontroversi-pemerintah-diminta-memperbaiki-cara-berkomunikasi-ke-publik/#respond Wed, 09 Apr 2025 08:38:30 +0000 https://ugm.ac.id/?p=77545 Pemerintah diminta untuk menyampaikan informasi yang baik kepada publik baik terkait program bahkan soal empati pada setiap persoalan yang dihadapi oleh warga masyarakat. Komunikasi politik pemerintah idealnya menenangkan publik, bukan menambah kegaduhan. Oleh karena itu, komunikasi yang baik  seharusnya lebih mengedepankan diplomasi publik dengan strategi dapat merangkul berbagai pihak. Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Gadjah Mada, […]

Artikel Kerap memicu Kontroversi, Pemerintah Diminta Memperbaiki Cara Berkomunikasi ke Publik pertama kali tampil pada Universitas Gadjah Mada.

]]>
Pemerintah diminta untuk menyampaikan informasi yang baik kepada publik baik terkait program bahkan soal empati pada setiap persoalan yang dihadapi oleh warga masyarakat. Komunikasi politik pemerintah idealnya menenangkan publik, bukan menambah kegaduhan. Oleh karena itu, komunikasi yang baik  seharusnya lebih mengedepankan diplomasi publik dengan strategi dapat merangkul berbagai pihak.

Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Gadjah Mada, Nyarwi Ahmad, Ph.D, menilai pola komunikasi politik yang dibangun oleh Staf Komunikasi Kepresidenan terlalu defensif dan argumentatif dapat berdampak buruk terhadap kepercayaan publik. Ia menilai pendekatan yang dilakukan Hasan Nasbi selaku kepala Komunikasi Kepresiden saat mengomentari pengiriman kepala babi dan bangkai tikus ke kantor redaksi Tempo masih mirip dengan gaya komunikasi kampanye, padahal komunikasi di lingkungan kepresidenan seharusnya lebih mengedepankan diplomasi publik dan strategi yang dapat merangkul berbagai pihak. “Kalau komunikasi pemerintah terus-menerus bersifat defensif, bahkan sampai menyalahkan dan mengecilkan pihak lain, itu bisa memunculkan sentimen negatif terhadap pemerintahan Prabowo. Ini bisa menjadi bumerang bagi dukungan publik,” tegasnya, Rabu (9/4).

Sebagai solusi, ia menyarankan agar strategi komunikasi pemerintah lebih responsif, tematik, dan empatik. Ia juga menekankan pentingnya menghindari komunikasi yang berpotensi menimbulkan kontroversi dan mendorong adanya strategi komunikasi yang lebih mengakar. “Bukan hanya sekadar menyampaikan pesan, tetapi juga mempertimbangkan dampaknya terhadap publik,” terangnya.

Nyarwi mengingatkan jika pola komunikasi seperti ini tidak diperbaiki, kejadian serupa dapat terulang dan semakin merugikan citra pemerintah. Apalagi Presiden Prabowo terkait janjinya saat diundang ke Dewan Pers semasa menjadi calon presiden yang menyatakan akan menjaga kebebasan pers sebagai pilar keempat demokrasi. Bahkan, dalam beberapa pernyataan, Prabowo menyebut pers sebagai mitra kritis yang diperlukan dalam mengawal pemerintahan. “Komunikasi politik pemerintahan saat ini seharusnya selaras dengan prinsip yang pernah disampaikan oleh Prabowo, bukan justru menciptakan kesan yang bertolak belakang,” tandasnya.

Menurutnya, pemerintah seharusnya lebih menekankan posisi sebagai pelindung kebebasan pers daripada sekadar merespons dengan guyonan yang bisa memicu perdebatan publik.  Bahkan Nyarwi juga menyoroti bahwa komunikasi politik pemerintah idealnya menenangkan publik, bukan menambah kegaduhan. “Publik membutuhkan pernyataan yang memberi ketenangan, bukan mendorong kontroversi,” paparnya.

Sepanjang pengamatan Nyarwi, belum ada standar komunikasi yang jelas dan terstruktur di kantor komunikasi tersebut sehingga yang lebih menonjol justru gaya komunikasi individu, bukan pendekatan kelembagaan yang solid.”Kita belum melihat gaya komunikasi yang khas dari Kantor Komunikasi Kepresidenan. Yang tampak justru gaya perorangan pejabatnya. Seharusnya komunikasi mereka lebih elegan dan terintegrasi dengan strategi komunikasi pemerintahan Prabowo,” pungkasnya.

Penulis  : Bolivia Rahmawati

Editor    : Gusti Grehenson

Foto      : Freepik

Artikel Kerap memicu Kontroversi, Pemerintah Diminta Memperbaiki Cara Berkomunikasi ke Publik pertama kali tampil pada Universitas Gadjah Mada.

]]>
https://ugm.ac.id/id/berita/kerap-memicu-kontroversi-pemerintah-diminta-memperbaiki-cara-berkomunikasi-ke-publik/feed/ 0
Psikolog UGM Beri Tips Menjaga Kesehatan Mental dari Paparan Berita dan Konten Negatif https://ugm.ac.id/id/berita/psikolog-ugm-beri-tips-menjaga-kesehatan-mental-dari-paparan-berita-dan-konten-negatif/ https://ugm.ac.id/id/berita/psikolog-ugm-beri-tips-menjaga-kesehatan-mental-dari-paparan-berita-dan-konten-negatif/#respond Wed, 09 Apr 2025 05:13:23 +0000 https://ugm.ac.id/?p=77532 Di tengah derasnya arus informasi digital, masyarakat Indonesia kini menghadapi tantangan baru dalam menjaga stabilitas emosional dan kesehatan mental. Belakangan ini, gelombang berita terkait kebijakan kontroversial pemerintah, pembubaran demonstrasi secara paksa, teror terhadap jurnalis, bergejolaknya bursa saham, serta korupsi yang melibatkan pejabat tinggi telah memunculkan rasa frustasi, ketidakpastian, dan keputusasaan di tengah masyarakat. Publik merasa […]

Artikel Psikolog UGM Beri Tips Menjaga Kesehatan Mental dari Paparan Berita dan Konten Negatif pertama kali tampil pada Universitas Gadjah Mada.

]]>
Di tengah derasnya arus informasi digital, masyarakat Indonesia kini menghadapi tantangan baru dalam menjaga stabilitas emosional dan kesehatan mental. Belakangan ini, gelombang berita terkait kebijakan kontroversial pemerintah, pembubaran demonstrasi secara paksa, teror terhadap jurnalis, bergejolaknya bursa saham, serta korupsi yang melibatkan pejabat tinggi telah memunculkan rasa frustasi, ketidakpastian, dan keputusasaan di tengah masyarakat. Publik merasa tidak aman dan bahkan kehilangan kepercayaan terhadap sistem. Situasi ini bukan hanya menciptakan keresahan sosial, tetapi juga menyentuh ranah psikologis individu secara mendalam.

Psikolog Klinis, Pamela Andari Priyudha, M.Psi., Psikolog menekankan bahwa paparan terhadap berita-berita buruk secara terus-menerus dapat menyebabkan seseorang mengalami ketegangan psikologis yang kronis dan kolektif. “Ketika seseorang merasa tidak berdaya, mereka bisa mengalami learned helplessness yaitu kondisi di mana merasa tidak mampu mengubah situasi meskipun sebenarnya ada peluang. Ini sangat berbahaya karena dapat menimbulkan apatisme, frustasi, dan depresi secara kolektif,” jelas Pamela, Rabu (9/4).

Ia pun menyoroti pentingnya literasi digital, yaitu kemampuan untuk mencari, mengevaluasi, dan menggunakan informasi secara kritis dan etis. Hal ini dikarenakan banyak orang terjebak dalam kesimpulan yang prematur hanya dengan membaca judul atau komentar tanpa menelusuri informasi secara utuh. Menurutnya, media sosial memang memiliki peran besar dalam membentuk persepsi publik. Namun sayangnya, informasi yang beredar tidak selalu benar. Saat tubuh terus merasa waspada karena paparan berita buruk, kecemasan akan meningkat. Ini adalah bentuk alarm tubuh yang bisa menjadi maladaptif jika tidak dikendalikan.

Pamela menyampaikan terdapat sejumlah kelompok masyarakat yang dinilai lebih rentan terhadap dampak negatif dari paparan berita buruk, seperti orang tua dan lansia, remaja dan anak muda yang terlalu banyak mengonsumsi media sosial, serta orang-orang dengan tingkat literasi digital yang rendah dan akses informasi kredibel yang terbatas. Ia juga menekankan bahwa kemampuan seseorang dalam meregulasi atau mengelola emosi sangat berperan penting dalam menentukan seberapa besar dampak negatif yang mungkin ditimbulkan oleh berita buruk terhadap kesehatan mental mereka. “Saya kira penting bagi individu, institusi pendidikan, serta komunitas sosial untuk secara aktif memberikan edukasi yang berkelanjutan mengenai literasi digital dan keterampilan pengelolaan emosi, guna membentuk masyarakat yang lebih resilien dan siap secara psikologis dalam menghadapi tekanan informasi di era digital yang serba cepat ini,” tuturnya.

Ia berujar salah satu strategi yang dapat diterapkan untuk menjaga kesehatan mental di tengah paparan berita negatif yang masif adalah dengan secara sadar membatasi konsumsi informasi yang bersifat memicu kecemasan, terutama ketika individu berada dalam kondisi psikologis yang kurang stabil. Selain itu, penting untuk membangun kebiasaan mencari informasi pembanding dari berbagai sumber yang kredibel guna mendapatkan sudut pandang yang lebih objektif dan seimbang. Pamela menyarankan agar masyarakat tidak langsung bereaksi terhadap informasi yang belum terverifikasi. “Penting untuk mengedepankan logika dan bersikap objektif. Selalu cari tahu dari berbagai sumber, jangan hanya mengandalkan satu sudut pandang,” tekannya.

Menghindari topik-topik yang secara emosional mengganggu, seperti konflik politik atau isu sosial yang memancing reaksi emosional berlebihan, juga dapat menjadi langkah preventif. Di sisi lain, individu disarankan untuk secara aktif mengonsumsi konten-konten yang bersifat positif, inspiratif, atau membangun, guna membantu menjaga suasana hati tetap stabil dan mendorong pola pikir yang lebih optimis dalam menghadapi dinamika kehidupan sehari-hari. Salah satu teknik psikologis yang bisa diterapkan untuk tetap optimis adalah dengan self-control atau kontrol diri. “Kita harus menyadari batasan antara hal-hal yang dapat kita kendalikan dan yang berada di luar kendali kita. Fokus pada peran dan tanggung jawab yang bisa dijalankan akan membantu menjaga semangat dan rasa optimisme,” ucap Pamela.

Dalam upaya menjaga kesehatan mental di tengah masyarakat yang semakin kompleks dan penuh tekanan, memberikan dukungan emosional kepada orang-orang terdekat yang sedang mengalami kecemasan menjadi langkah yang sangat penting dan bermakna. Salah satu bentuk dukungan yang paling mendasar namun efektif adalah dengan hadir sebagai pendengar yang baik, yaitu mendengarkan keluhan, kecemasan, dan keresahan tanpa memberikan penilaian atau respons yang menghakimi. Pamela yang juga berperan sebagai staf pengajar di Departemen Ekonomika dan Bisnis Sekolah Vokasi UGM ini menekankan pentingnya pendekatan yang empatik dalam situasi ini. “Sadari, mungkin mereka butuh didengarkan dan dipahami tanpa diberikan penilaian atau non-judgemental atas keresahan-kerasahan yang muncul akibat banjirnya berita negatif yang diterima,” ujarnya.

Namun, sebelum kita terjun membantu orang lain, penting pula untuk mengenali dan memahami kondisi psikologis kita sendiri. Kesadaran ini penting untuk mencegah kelelahan emosional (emotional burnout) pada pihak yang memberi bantuan. Bahkan, dalam banyak kasus, menjadi penghubung antara individu yang mengalami tekanan mental dengan tenaga profesional yang kompeten merupakan kontribusi yang sangat berarti dalam menjaga kesehatan mental secara kolektif. Hal ini mencerminkan bahwa membantu tidak selalu berarti menyelesaikan masalah secara langsung, tetapi juga bisa berupa tindakan sederhana namun berdampak, seperti mengarahkan seseorang ke sumber pertolongan yang tepat. “Sebelum membantu, kita harus aware terhadap kondisi mental kita terlebih dahulu. Jika dirasa tidak siap maka hubungkan dengan profesional seperti psikolog, psikiater atau konselor,” tambahnya.

Pamela pun menyoroti lembaga pendidikan tinggi yang memiliki peran peran strategis dan vital dalam membentuk ketahanan psikologis generasi muda, khususnya melalui upaya peningkatan literasi digital dan literasi kesehatan mental. Institusi pendidikan tidak hanya berfungsi sebagai tempat belajar akademik semata, tetapi juga sebagai ruang yang mendukung perkembangan emosional dan sosial peserta didik. Di sisi lain, peran komunitas tidak kalah penting dalam mendukung terciptanya ekosistem informasi yang sehat dan konstruktif. Komunitas memiliki tanggung jawab moral untuk turut serta dalam membangun ruang publik yang bebas dari misinformasi, ujaran kebencian, dan konten yang bersifat provokatif. “Melalui kerja kolektif, komunitas dapat berkontribusi dalam memverifikasi keakuratan informasi yang beredar, menyebarkan konten yang berimbang antara berita positif dan negatif, serta menumbuhkan empati dan solidaritas antaranggota masyarakat,” pungkasnya.

Penulis: Triya Andriyani

Foto.    : Freepik

Artikel Psikolog UGM Beri Tips Menjaga Kesehatan Mental dari Paparan Berita dan Konten Negatif pertama kali tampil pada Universitas Gadjah Mada.

]]>
https://ugm.ac.id/id/berita/psikolog-ugm-beri-tips-menjaga-kesehatan-mental-dari-paparan-berita-dan-konten-negatif/feed/ 0
Soal Peningkatan Kapasitas 66 RSUD, Pemerintah Diminta Perkuat Aspek Preventif dan Promotif Kesehatan https://ugm.ac.id/id/berita/soal-peningkatan-kapasitas-66-rsud-pemerintah-diminta-perkuat-aspek-preventif-dan-promotif-kesehatan/ https://ugm.ac.id/id/berita/soal-peningkatan-kapasitas-66-rsud-pemerintah-diminta-perkuat-aspek-preventif-dan-promotif-kesehatan/#respond Wed, 09 Apr 2025 04:58:23 +0000 https://ugm.ac.id/?p=77535 Pemerintah berencana akan menaikan kualitas pelayanan kesehatan RSUD di 66 kabupaten/kota terpencil dan terbelakang dari Tipe D menjadi Tipe C untuk memastikan layanan kesehatan yang lebih merata dan berkualitas. Selain meningkatkan kapasitas rumah sakit daerah, program ini diharapkan mampu menjangkau warga dengan layanan kesehatan yang lebih berkualitas. Menanggapi rencana pemerintah untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan […]

Artikel Soal Peningkatan Kapasitas 66 RSUD, Pemerintah Diminta Perkuat Aspek Preventif dan Promotif Kesehatan pertama kali tampil pada Universitas Gadjah Mada.

]]>
Pemerintah berencana akan menaikan kualitas pelayanan kesehatan RSUD di 66 kabupaten/kota terpencil dan terbelakang dari Tipe D menjadi Tipe C untuk memastikan layanan kesehatan yang lebih merata dan berkualitas. Selain meningkatkan kapasitas rumah sakit daerah, program ini diharapkan mampu menjangkau warga dengan layanan kesehatan yang lebih berkualitas.

Menanggapi rencana pemerintah untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan di daerah terpencil, Dosen Manajemen dan Kebijakan Publik, Universitas Gadjah Mada, Pradhikna Yunik Nurhayati, S.I.P, MPA,  menanggapi positif rencana tersebut namun ia menyampaikan setidaknya ada tiga hal yang patut dipertimbangkan dalam mengakselerasi layanan kesehatan publik. Pertama, soal aspek ketersediaan sarana dan fasilitas kesehatan itu sendiri, seperti rumah sakit, tenaga medis, dan obat-obatan. “Kurangnya tenaga medis tidak serta merta disebabkan karena minimnya SDM, namun juga kondisi fasilitas dan rumah sakit daerah yang belum memadai,” kata Yunik, rabu (9/4).

Kedua, aspek aksesibilitas dengan memastikan ketersediaan fasilitas dan layanan dapat dijangkau oleh masyarakat. Lalu juga affordability artinya masyarakat mampu membayar layanan tersebut. Tentunya strategi yang dilakukan tidak selalu memberikan pelayanan kesehatan yang murah, namun bisa juga dengan skema jaminan kesehatan seperti BPJS atau asuransi jiwa. “Kalau kita melihat bahwa permasalahannya bukan hanya soal ketersediaan, tapi juga harus ada political will yang kuat. Komitmen dari kepala daerah atau pemegang kewenangan untuk mengambil keputusan,” ujarnya.

Yunik menegaskan, proses pengambilan kebijakan atau keputusan perlu melibatkan unsur pengkajian ilmiah di samping komitmen politik. Ia mengapresiasi upaya pemerintah dari tahun ke tahun untuk mengedepankan akses layanan fasilitas kesehatan. Kendati demikian, upaya tersebut tidak bisa hanya dilakukan oleh pemerintah. Diperlukan adanya upaya partisipatif dari berbagai pihak, termasuk swasta. “Penting melihat problem di lapangan dalam suatu permasalahan. Menyelesaikannya pun dengan mempertimbangkan berbagai pendekatan,” tutur Yunik.

Lebih lanjut, Yunik memandang bahwa kesehatan merupakan isu yang kompleks. Selain menjamin ketersediaan dan aksesibilitas layanan kesehatan, pemerintah perlu mendorong agenda-agenda lain yang memprioritaskan isu kesehatan. Salah satunya dapat dilakukan dengan meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya memandang kesehatan sebagai sesuatu yang tumbuh dari kebiasaan sehari-hari. “Terlepas dari kemampuan ekonomi, masyarakat masih perlu diedukasi untuk menentukan mana kebiasaan atau perilaku yang baik untuk kesehatan,” tambah Yunik.

Dilihat dari sisi lingkungan sosial dan ekonomi, perilaku hidup sehat bisa tercermin dari lingkungan bersih dan sehat. Hal ini perlu diupayakan secara kolektif oleh masyarakat, misalnya dengan membangun komitmen hidup bersih bersama, mengelola sampah, dan tidak mencemari lingkungan. Sama halnya dengan menjaga pola makan. Dalam menjaga gizi seimbang, tidak selalu mengandalkan bahan pangan yang mahal. Buah, sayuran, umbi-umbian, hingga olahan kedelai bisa menjadi opsi yang terjangkau dengan kandungan gizi dan nutrisi yang baik. “Menjaga kesehatan tidak hanya kuratif saja, tapi juga preventif dan promotif. Kita butuh bagaimana caranya mencegah, karena biaya kesehatan itu akan jauh lebih mahal jika semakin parah penyakitnya,” katanya.

Untuk mendorong upaya-upaya program preventif dan promotif tersebut tersebut, diperlukan kolaborasi lintas sektor yang kuat. Oleh karena itu, pemerintah dan pemangku kepentingan di sektor kesehatan perlu melibatkan lebih banyak pihak guna memperkuat komitmen terhadap peningkatan kualitas kehidupan masyarakat melalui kesehatan.

Penulis : Tasya

Editor : Gusti Grehenson

Foto : Freepik

Artikel Soal Peningkatan Kapasitas 66 RSUD, Pemerintah Diminta Perkuat Aspek Preventif dan Promotif Kesehatan pertama kali tampil pada Universitas Gadjah Mada.

]]>
https://ugm.ac.id/id/berita/soal-peningkatan-kapasitas-66-rsud-pemerintah-diminta-perkuat-aspek-preventif-dan-promotif-kesehatan/feed/ 0
Penerimaan Pajak Rendah, Akademisi UGM Dorong Peningkatan Kepatuhan Wajib Pajak dan Windfall Tax https://ugm.ac.id/id/berita/penerimaan-pajak-rendah-ekonom-ugm-dorong-peningkatan-kepatuhan-wajib-pajak-dan-windfall-tax/ https://ugm.ac.id/id/berita/penerimaan-pajak-rendah-ekonom-ugm-dorong-peningkatan-kepatuhan-wajib-pajak-dan-windfall-tax/#respond Tue, 08 Apr 2025 08:59:23 +0000 https://ugm.ac.id/?p=77506 Laporan terbaru Bank Dunia mengungkapkan bahwa kinerja penerimaan pajak di Indonesia tergolong buruk dibandingkan negara-negara tetangga. Rasio pajak Indonesia saat ini hanya sekitar 9% dari Produk Domestik Bruto (PDB), jauh di bawah standar internasional yang merekomendasikan minimal 15%. Kondisi ini mencerminkan bahwa pemerintah masih menghadapi tantangan besar dalam meningkatkan pendapatan negara, yang berimplikasi pada bebean […]

Artikel Penerimaan Pajak Rendah, Akademisi UGM Dorong Peningkatan Kepatuhan Wajib Pajak dan Windfall Tax pertama kali tampil pada Universitas Gadjah Mada.

]]>
Laporan terbaru Bank Dunia mengungkapkan bahwa kinerja penerimaan pajak di Indonesia tergolong buruk dibandingkan negara-negara tetangga. Rasio pajak Indonesia saat ini hanya sekitar 9% dari Produk Domestik Bruto (PDB), jauh di bawah standar internasional yang merekomendasikan minimal 15%. Kondisi ini mencerminkan bahwa pemerintah masih menghadapi tantangan besar dalam meningkatkan pendapatan negara, yang berimplikasi pada bebean keberlanjutan fiskal serta kemandirian keuangan.“Pajak merupakan sumber pendapatan utama bagi pemerintah, dan kinerja pemungutan pajak yang baik mencerminkan kemandirian fiskal suatu negara, mengurangi ketergantungan pada utang,” ujar Dosen FEB UGM Dr. Rijadh Djatu Winardi, Selasa (8/4).

Meskipun lembaga pemeringkat Fitch Ratings menilai rasio utang pemerintah Indonesia sebesar 39,6% dari PDB pada Januari 2025 masih tergolong rendah, namun peningkatan utang tanpa diimbangi dengan peningkatan penerimaan pajak dapat memperburuk beban keuangan negara.

Dosen FEB UGM ini menuturkan kinerja penerimaan pajak di Indonesia dianggap buruk disebabkan beberapa faktor yakni, pertama, Indonesia kehilangan potensi pendapatan pajak hingga Rp546 triliun per tahun akibat ketidakpatuhan pajak, terutama pada Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh) Badan. Kesenjangan kepatuhan PPN di Indonesia tercatat mencapai 43,9% dari total kewajiban pajak, setara dengan 2,6% dari Produk Domestik Bruto (PDB). “Penyebabnya karena ketidakpatuhan wajib pajak, administrasi pajak yang kurang efektif, serta sektor informal,” katanya.

Sementara itu, PPh Badan atau Corporate Income Tax (CIT) juga mengalami kesenjangan besar. Potensi pendapatan yang hilang dari CIT mencapai Rp160 triliun setiap tahun, setara dengan 33% dari CIT Total Tax Liability (CTTL) atau 1,1% dari PDB. Faktor serupa, yakni ketidakpatuhan dan administrasi yang tidak efektif, menjadi penyebab utama dari masalah ini.

Selain itu, laporan Bank Dunia juga menyebutkan bahwa threshold omzet UMKM yang cukup tinggi, yakni Rp4,8 miliar, turut berperan dalam rendahnya penerimaan pajak. Wajib Pajak (WP) di bawah threshold ini memperoleh tarif PPh Final yang rendah, yaitu 0,5%, dan tidak wajib memungut PPN.

Kedua, masalah potensi pajak ‘underground economy’ menurutnya sudah cukup lama menjadi perhatian pemerintah. Ekonomi bawah tanah ini merupakan bagian dari aktivitas ekonomi yang tidak tercatat secara resmi dalam sistem statistik nasional, baik karena sengaja disembunyikan untuk menghindari pajak dan regulasi, maupun karena bersifat informal. “Untuk masalah tax ratio sebabnya salahnya adalah karena misalnya di 2024 ada sebanyak 47% perekonomian di Indonesia yang tidak masuk dalam basis perpajakan di Indonesia. Pengumpulan pajak hanya dilakukan pada 53% basis pajak. Selain itu, banyak insentif pajak dan dampak COVID-19 turut memperburuk penerimaan pajak,” tuturnya.

Sebagai perbandingan, Rijadh menyebutkan negara Georgia untuk dijadikan pembelajaran. Georgia berhasil meningkatkan rasio pajak terhadap PDB dari 12% menjadi 25% pada tahun 2008, meskipun di tengah penurunan tarif pajak. Keberhasilan ini tentu dicapai melalui langkah-langkah tepat, seperti memiliki mandat yang jelas dengan visi dan tujuan yang terdefinisi, mengamankan komitmen politik tingkat tinggi, menyederhanakan sistem pajak dan mengurangi pengecualian untuk meningkatkan transparansi, mereformasi pajak barang dan jasa, serta melakukan reformasi administrasi pajak melalui peningkatan teknologi, pelatihan staf, dan penegakan hukum.

Di sisi lain, rendahnya penerimaan pajak berdampak pada pertumbuhan ekonomi Indonesia baik dalam jangka pendek maupun panjang. Dalam jangka pendek, hal ini mempersempit ruang fiskal, membatasi kemampuan pemerintah untuk membiayai program pembangunan strategis seperti infrastruktur, pendidikan, kesehatan, dan pengentasan kemiskinan. Akibatnya, proyek penting bisa tertunda, skala program dikurangi, atau anggaran diperketat, yang mempengaruhi kesejahteraan masyarakat. Dalam jangka panjang, ketergantungan pada utang menciptakan kerentanan terhadap gejolak ekonomi global, meningkatkan beban utang dan semakin mempersempit ruang fiskal.

Untuk memperbaiki masalah penerimaan pajak, Rijadh juga menyebutkan beberapa rekomendasi kebijakan yang bisa dilakukan antara lain memetakan kegiatan ekonomi informal dan bawah tanah, yang selama ini sulit dipantau. Selain itu, perluasan basis pajak serta peningkatan kepatuhan wajib pajak juga penting untuk mengatasi kesenjangan penerimaan. “Solusi lain yang bisa dipertimbangkan adalah pajak kekayaan, pajak produksi batu bara, serta windfall tax. Tentunya semua alternatif ini memerlukan kajian mendalam, kecermatan kebijakan, dan political will,” pungkasnya.

Penulis : Lintang

Editor   : Gusti Grehenson

Foto     : Freepik

Artikel Penerimaan Pajak Rendah, Akademisi UGM Dorong Peningkatan Kepatuhan Wajib Pajak dan Windfall Tax pertama kali tampil pada Universitas Gadjah Mada.

]]>
https://ugm.ac.id/id/berita/penerimaan-pajak-rendah-ekonom-ugm-dorong-peningkatan-kepatuhan-wajib-pajak-dan-windfall-tax/feed/ 0
Jelang Bonus Demografi, Pekerja Muda Hadapi Skill Trap https://ugm.ac.id/id/berita/jelang-bonus-demografi-pekerja-muda-hadapi-skill-trap/ https://ugm.ac.id/id/berita/jelang-bonus-demografi-pekerja-muda-hadapi-skill-trap/#respond Tue, 08 Apr 2025 08:28:36 +0000 https://ugm.ac.id/?p=77499 Berawal dari cuitan di media sosial X, sebuah akun mengungkap bahwa lowongan Asisten Rumah Tangga (ART) dan Baby Sitter kini dipenuhi oleh pelamar lulusan sarjana. Warga net pun kemudian ramai merespon cuitan tersebut sebagai akibat dari kurangnya perhatian pemerintah terhadap ketersediaan lapangan pekerjaan. Sempitnya lapangan pekerjaan telah menjadi masalah menahun yang tak pernah kunjung usai. Menjelang […]

Artikel Jelang Bonus Demografi, Pekerja Muda Hadapi Skill Trap pertama kali tampil pada Universitas Gadjah Mada.

]]>
Berawal dari cuitan di media sosial X, sebuah akun mengungkap bahwa lowongan Asisten Rumah Tangga (ART) dan Baby Sitter kini dipenuhi oleh pelamar lulusan sarjana. Warga net pun kemudian ramai merespon cuitan tersebut sebagai akibat dari kurangnya perhatian pemerintah terhadap ketersediaan lapangan pekerjaan. Sempitnya lapangan pekerjaan telah menjadi masalah menahun yang tak pernah kunjung usai. Menjelang bonus demografi pada tahun 2030, Indonesia akan mengalami lonjakan populasi usia angkatan kerja. Namun kondisi yang terjadi sekarang ini, angkatan kerja kesulitan untuk mencari lapangan perkerjaan. Sehingga memilih menjadi pekerja informak atau bekerja di tempat yang tidak seusai dengan kompetensinya.

Dosen Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan, Universitas Gadjah Mada, Dian Fatmawati, S.IP., M.A., mengungkap terdapat sejumlah tantangan dan ancaman jika kondisi ini minimnya lapangan pekerjaan ini terus berlanjut di tengah lonjakan bonus demografi. Menurutnya, membludaknya jumlah tenaga kerja adalah hal yang wajar dalam bonus demografi. Sayangnya, “bonus” ini tidak dapat dimanfaatkan secara maksimal oleh pemerintah. “Antara tahun 2020-2030 kita punya banyak sekali angkatan kerja, tapi di lain pihak tren lapangan kerja bukannya bertambah malah semakin menurun,” ungkap Dian, Selasa (8/5).

Ia menyebut sejumlah kasus seperti kesulitan Gen Z dalam mencari kerja dan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal akhir-akhir menjadi realita yang terjadi di lapangan. Menurutnya, situasi ekonomi-politik saat ini sangat tidak menguntungkan bagi ketersediaan lapangan kerja. Ekonomi semakin lesu, daya beli masyarakat menurun, pendapatan produsen menurun, sampai penghasilan masyarakat juga rendah. “Jika lingkaran tersebut terus berlanjut, bukan tidak mungkin Indonesia akan segera menghadapi krisis ekonomi,” paparnya.

Dampak minimnya lapangan kerja dapat berbeda bagi setiap lapisan masyarakat. Bagi yang masih memiliki kemampuan finansial untuk mengasah keterampilan ataupun melanjutkan pendidikan mungkin masih bisa bertahan. Sedangkan mereka yang tidak bisa mendapatkan penghasilan tanpa bekerja tentu sangat dirugikan sehingga beresiko memunculkan skill trap atau jebakan keterampilan. “Mereka terpaksa bekerja di sektor-sektor yang tidak sesuai dengan kompetensi, biasanya mengambil pekerjaan di bawah kualifikasi yang  mereka miliki. Ini memunculkan fenomena skill trap,” terang Dian.

Lebih lanjut, Dian menjelaskan fenomena skill trap merupakan kondisi di mana seseorang tidak mendapatkan penambahan kompetensi sesuai bidangnya. Skill-trap dapat disebabkan oleh tidak adanya wadah yang sesuai untuk melatih dan mengelola kompetensi. Seseorang hanya bekerja untuk mendapatkan penghasilan dan bertahan hidup. Fenomena ini cukup menjelaskan meningkatkan tren pekerja informal dari tahun ke tahun. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pada tahun 2019 pekerja sektor informal mencapai 74,09 juta orang (57,27% dari populasi). Kemudian meningkat di tahun 2024 hingga 84,13 juta orang (59,17% dari populasi).“Hampir 60% masyarakat kita bekerja secara self-employed, mempekerjakan dirinya sendiri karena tidak ada lowongan. Kita juga mengenal Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), tapi dengan kondisi ekonomi seperti ini UMKM juga sulit bertahan,” kata Dian.

Ia menyoroti viralnya tagar #KaburAjaDulu sebagai bentuk solusi dari masyarakat dengan bekerja di luar negeri. Selain karena sulitnya mencari kerja di Indonesia, beberapa negara lain rupanya tengah mengalami kekurangan tenaga kerja akibat ketersediaan populasi angkatan kerja yang minim.

Sejak dulu, pekerja migran telah menjadi opsi yang menarik berbagai kalangan. Menurut Dian, melihat kondisi negara seperti Hongkong, Taiwan, dan Jepang yang sedang mengalami usia penduduk tua, justru bisa menjadi kesempatan bagus bagi angkatan kerja Indonesia. “Pekerja migran dianggap sebagai ‘pahlawan devisa’ juga, ya karena ada pendapatan negara di sana. Meskipun banyak lowongan yang umumnya low skilled, tapi yang high skilled saya kira juga banyak. Ini bisa jadi opsi yang debatable,” ucap Dian.

Untuk memaksimalkan pekerja migran, menurut Dian, pemerintah harus mampu mengakomodasi kebutuhan tersebut, seperti pelatihan, seleksi negara tujuan dan penerima jasa, serta jaminan perlindungan pekerja migran. Dian berharap, pemerintah dapat mengambil kebijakan yang menguntungkan bagi situasi ekonomi dan politik, dan juga menaungi seluruh lapisan masyarakat.

Penulis : Tasya

Editor : Gusti Grehenson

Foto : Freepik

Artikel Jelang Bonus Demografi, Pekerja Muda Hadapi Skill Trap pertama kali tampil pada Universitas Gadjah Mada.

]]>
https://ugm.ac.id/id/berita/jelang-bonus-demografi-pekerja-muda-hadapi-skill-trap/feed/ 0
Marak Penyelewengan Dana Desa, Pakar UGM Himbau Masyarakat Ikut Mengawasi https://ugm.ac.id/id/berita/marak-penyelewengan-dana-desa-pakar-ugm-himbau-masyarakat-ikut-mengawasi/ https://ugm.ac.id/id/berita/marak-penyelewengan-dana-desa-pakar-ugm-himbau-masyarakat-ikut-mengawasi/#respond Tue, 08 Apr 2025 07:58:43 +0000 https://ugm.ac.id/?p=77496 Kasus penyelewengan dana desa kian marak. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melaporkan jumlah kasus korupsi dana desa sejak 2015 telah terjadi 851 kasus yang menjerat 973 pelaku dan 50 persen diantaranya merupakan oknum kepala desa. Dana yang seharusnya dapat digunakan untuk memberdayakan desa dan memakmurkan warganya, justru digunakan untuk kepentingan perorangan dan kelompok. Padahal program dana […]

Artikel Marak Penyelewengan Dana Desa, Pakar UGM Himbau Masyarakat Ikut Mengawasi pertama kali tampil pada Universitas Gadjah Mada.

]]>
Kasus penyelewengan dana desa kian marak. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melaporkan jumlah kasus korupsi dana desa sejak 2015 telah terjadi 851 kasus yang menjerat 973 pelaku dan 50 persen diantaranya merupakan oknum kepala desa. Dana yang seharusnya dapat digunakan untuk memberdayakan desa dan memakmurkan warganya, justru digunakan untuk kepentingan perorangan dan kelompok. Padahal program dana desa yang sudah berjalan 10 tahunan ini, sudah menghabiskan sekitar Rp610 triliun. Untuk tahun ini, anggaran dana desa sebesar Rp71 triliun dialokasikan untuk 75.259 desa.

Menanggapi hal tersebut, Guru Besar Bidang Antropologi sekaligus Kepala Pusat Studi Pedesaan dan Kawasan (PSPK) UGM Prof. Dr. Bambang Hudayana, menyampaikan dirinya prihatin maraknya penyimpangan dana desa tersebut. Menurutnya, KPK, Kepolisian dan Kejasksaan akan kesulitan untuk mengawasi penggunaan dana di lebih 70 ribu desa di seluruh Indonesia yang akan akan memakan tenaga dan waktu. Oleh karena itu, Bambang menekankan pentingnya partisipasi masyarakat merupakan hal yang penting sebagai upaya untuk mengatasi permasalahan ini. “Masyarakat tidak seharusnya hanya menjadi objek pembangunan saja, melainkan juga sebagai subjek pembangunan yang ikut serta setiap kegiatan yang dilaksanakan dalam proyek pembangunan desa,” katanya. Selasa (8/4).

Menurutnya laporan dari masyarakat saat terjadi tindak penyimpangan bisa dilaporkan langsung ke kepolisian dan kejaksaan untuk diproses secara hukum. “Polisi baru bisa menemukan fakta ada penyelewengan atau jaksa itu kan dari laporan masyarakat,” ujarnya.

Partisipasi yang dapat dilakukan oleh masyarakat dalam pengelolaan dana desa mulai dari tahap perencanaan, implementasi proyek, dan juga proses pemanfaatannya.  “Jika masyarakat berperan serta dalam seluruh proses tersebut, makan korupsi akan dapat diatasi,” imbuhnya.

Namun yang tak kalah penting adalah perlunya edukasi pemberian pengetahuan kepada masyarakat, agar mereka tak hanya bisa berpartisipasi saja, namun juga dapat  mengetahui prioritas pembangunan mana yang sesuai dengan kondisi dan juga dana mereka. Apalagi jika mengingat saat ini, kebanyakan proyek yang dikerjakan masih berfokus pada pembangunan fisik, padahal bisa saja yang dibutuhkan program-program atau proyek lain seperti penguatan kelompok usaha di desa, dan sebagainya. “Proyek saat ini cenderung ke fisik, ke arah pembangunan ekonomi dan pemberdayaan masyarakat masih kurang,” jelasnya.

Dalam pengelolaan dana desa, menurut Bambang, pemerintah desa perlu mengedepankan good government dalam hal mengedepankan akuntabilitas, transparansi, dan partisipasi. Selain itu, ia pun mengingatkan bagaimana pentingnya partisipasi sosial dan partisipasi politik di masyarakat. Melalui partisipasi sosial yang baik, kepala desa justru diatur oleh warganya. Dalam artian, program-program yang dilakukan atau ditentukan sesuai dengan kehendak warga. “Kalau warga sudah diberi partisipasi politik, otomatis warga kalau ada masalah punya keberanian menyampaikan masalah itu karena akan dilindungi hak-haknya,” pungkasnya.

Bambang mengingatkan bahwa masyarakat perlu terus mengawasi para petugas di desa tersebut. Bambang menjelaskan bahwa melalui transparansi juga akan membuat para koruptor akan takut karena akan dipermalukan oleh publik melalui hukuman sosial. Sayangnya, masih menjadi kultur di Indonesia, bahwa masyarakat masih terlalu percaya, mengalah, dan pemaaf pada kesalahan-kesalahan yang telah dilakukan bahwa hingga mencarikan logika pembenaran akan hal tersebut. Masyarakat masih sering merasa tak enak mengawasi oran-orang yang dianggap baik, padahal godaan akan selalu ada. Meski begitu, masyarakat perlu terus mengawasi, menegakkan hukum dengan sebaik-baiknya dan juga menciptakan moral yang baik. Tak lupa, diperlukan juga rekrutmen pamong yang memang kompeten dan memiliki moral yang baik. “Ini bukan masalah baik atau sebenarnya tidak baik. Di teori struktur kesempatan, kalau orang terlalu dibiarkan ya kemungkinan godaannya akan muncul, itu rumus. Orang baik pun akan menjadi tergoda,” pungkasnya.

Penulis : Leony

Editor : Gusti Grehenson

Foto : Freepik

Artikel Marak Penyelewengan Dana Desa, Pakar UGM Himbau Masyarakat Ikut Mengawasi pertama kali tampil pada Universitas Gadjah Mada.

]]>
https://ugm.ac.id/id/berita/marak-penyelewengan-dana-desa-pakar-ugm-himbau-masyarakat-ikut-mengawasi/feed/ 0
Sosiolog UGM Soroti Fenomena Premanisme Berkedok Ormas Jelang Hari Raya https://ugm.ac.id/id/berita/sosiolog-ugm-soroti-fenomena-premanisme-berkedok-ormas-jelang-hari-raya/ https://ugm.ac.id/id/berita/sosiolog-ugm-soroti-fenomena-premanisme-berkedok-ormas-jelang-hari-raya/#respond Thu, 27 Mar 2025 09:31:06 +0000 https://ugm.ac.id/?p=77375 Menjelang Idul Fitri, praktik pemalakan tunjangan hari raya (THR) oleh oknum organisasi masyarakat (ormas) kembali marak dan meresahkan masyarakat. Dengan berbagai dalih, seperti sumbangan sukarela atau tradisi tahunan, sejumlah pihak memanfaatkan momentum hari raya untuk meminta THR secara paksa, baik kepada pelaku usaha maupun warga biasa. Fenomena ini bukan sekadar tindakan ilegal, tetapi juga mencerminkan […]

Artikel Sosiolog UGM Soroti Fenomena Premanisme Berkedok Ormas Jelang Hari Raya pertama kali tampil pada Universitas Gadjah Mada.

]]>
Menjelang Idul Fitri, praktik pemalakan tunjangan hari raya (THR) oleh oknum organisasi masyarakat (ormas) kembali marak dan meresahkan masyarakat. Dengan berbagai dalih, seperti sumbangan sukarela atau tradisi tahunan, sejumlah pihak memanfaatkan momentum hari raya untuk meminta THR secara paksa, baik kepada pelaku usaha maupun warga biasa. Fenomena ini bukan sekadar tindakan ilegal, tetapi juga mencerminkan persoalan sosial yang lebih dalam. Menurut Sosiolog Universitas Gadjah Mada (UGM), Dr. A.B Widyanta, S.Sos., M.A., praktik ini merupakan tindakan yang tidak dapat dibenarkan dari perspektif sosial maupun hukum. Meskipun banyak organisasi masyarakat (ormas) yang bergerak di bidang sosial, kenyataannya sebagian kelompok menggunakan dalih ormas untuk melakukan pemalakan terhadap pengusaha.

“Ini bagian dari praktik pemerasan, baik yang dilakukan secara halus melalui berbagai bentuk tekanan sosial dan permintaan yang tampak bersifat sukarela, maupun secara terang-terangan dengan ancaman langsung yang dapat mengganggu keamanan dan kenyamanan para pengusaha dalam menjalankan bisnis mereka,” ujarnya, Kamis (27/3). Ia menegaskan bahwa setiap perusahaan sudah memiliki mekanisme dan aturan tersendiri terkait tanggung jawab sosial mereka, sehingga tuntutan dari ormas tidak memiliki dasar yang sah.

Widyanta menjelaskan bahwa fenomena ini tidak bisa dilepaskan dari faktor sosial dan ekonomi. Banyak anggota ormas berasal dari kelompok masyarakat yang pekerjaannya tidak tetap atau bersifat kasual. Kondisi ekonomi yang sulit memaksa mereka mencari cara untuk mendapatkan pemasukan, termasuk dengan cara yang tidak benar. Selain itu, kebijakan efisiensi anggaran yang diterapkan pemerintah, menurut Widyanta, turut memperburuk keadaan. “Ketika anggaran daerah dipotong, sumber pemasukan banyak yang menghilang. Ini berdampak besar bagi masyarakat kelas bawah, yang sebelumnya masih mendapat limpahan dana dari proyek-proyek pembangunan,” jelasnya.

Dalam konteks yang lebih luas, Widyanta menyoroti kesenjangan sosial yang semakin melebar sebagai faktor pendorong maraknya aksi pemalakan oleh ormas. Ia menilai bahwa kelompok elit oligarki dengan mudahnya memamerkan gaya hidup mewah mereka di berbagai platform media sosial dan ruang publik, sering kali tanpa mempertimbangkan dampak sosial yang ditimbulkannya. Sementara itu, di sisi lain, masih banyak masyarakat yang harus berjuang keras untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka, bahkan dalam kondisi yang semakin sulit akibat ketimpangan ekonomi yang terjadi.

Fenomena ini, menurutnya, tidak hanya sekadar menciptakan kecemburuan sosial biasa, tetapi juga membentuk rasa frustrasi kolektif di kalangan masyarakat kelas bawah. Ketidakadilan dalam distribusi kekayaan dan akses terhadap sumber daya ekonomi memicu perasaan ketidakpuasan yang pada akhirnya dapat mendorong sebagian kelompok masyarakat untuk melakukan tindakan menyimpang, termasuk aksi pemalakan oleh ormas. “Kondisi ini semakin parah ketika ketidakadilan sosial ini terus berulang, sementara di sisi lain, budaya konsumtif semakin dipertontonkan tanpa kontrol,” ujarnya.

Menurut Widyanta, tindakan premanisme yang dilakukan ormas ini tidak bisa dibiarkan terus terjadi karena dampaknya yang semakin meluas terhadap kestabilan sosial dan dunia usaha. Ia menekankan bahwa penegakan hukum harus diterapkan secara tegas, tanpa pandang bulu, serta tidak boleh terhambat oleh kepentingan politik atau kedekatan kelompok tertentu dengan aparat. Ia meyakini ormas-ormas ini memang melakukan pemerasan, tapi mereka hanyalah bagian kecil dari permasalahan besar yang dihadapi oleh negara. “Yang lebih berbahaya dan memiliki dampak sistemik jauh lebih luas adalah para pejabat yang secara terang-terangan mencabik-cabik konstitusi demi kepentingan pribadi dan kelompoknya, menciptakan kebijakan yang tidak adil, serta membiarkan ketimpangan sosial semakin melebar,” ujarnya dengan tegas.

Ia menambahkan bahwa negara harus hadir untuk melindungi para pengusaha dari tekanan semacam ini. Jika praktik ini terus dibiarkan dan hukum tidak ditegakkan dengan serius, maka dampaknya tidak hanya akan dirasakan oleh para pelaku usaha, tetapi juga oleh masyarakat luas. Biaya ekonomi akan semakin tinggi, iklim investasi akan semakin terganggu, dan pada akhirnya, stabilitas sosial bisa berada dalam ancaman yang lebih besar. Situasi seperti ini bisa memperburuk kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah, menciptakan ketidakstabilan ekonomi yang berkepanjangan, serta menumbuhkan sikap apatis terhadap hukum. “Karena itulah, pemerintah perlu mengambil langkah tegas dengan menertibkan ormas yang beroperasi di luar batas hukum serta memberikan jaminan perlindungan kepada para pengusaha agar mereka dapat menjalankan bisnisnya tanpa rasa takut atau tekanan dari kelompok mana pun,” pungkasnya.

Penulis. : Triya Andriyani

Foto      : BBC Indonesia

Artikel Sosiolog UGM Soroti Fenomena Premanisme Berkedok Ormas Jelang Hari Raya pertama kali tampil pada Universitas Gadjah Mada.

]]>
https://ugm.ac.id/id/berita/sosiolog-ugm-soroti-fenomena-premanisme-berkedok-ormas-jelang-hari-raya/feed/ 0